Selamat Datang

Selamat Datang di Situs Layanan Informasi Penyuluhan Perikanan

Jumat, 12 Agustus 2016

Teknologi Perbanyakan Ikan Mas Bermarka Cyca-DABI*05 Yang Tahan Terhadap Koi Herpes Virus (KHV) dan Bakteri Aeromonas hydrophila



TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN TEKNOLOGI
Tujuan      :  Menghasilkan induk ikan mas yang membawa marka Cyca-DAB1*05 yang identik dengan ketahanan terhadap penyakit bakterial dan virus.
Manfaat   :  Peningkatkan daya tahan dan nilai kelangsungan hidup ikan mas.

PENGERTIAN/ISTILAH/DEFINISI
Major Histocompatibility Complex (MHC)
:
gen utama yang komplek yang berkaitan dengan ketahanan terhadap penyakit
MHC class II
:
gen utama yang komplek yang mempresentasikan keberadaan   antigen   dan   berkaitan   dengan ketahanan terhadap penyakit bacterial dan virus
Cyca-DAB1*05
:
penanda  molekuler  yang  berkaitan dengan ketahanan ikan mas terhadap penyakit bacterial dan virus
Ikan Mas MHC
:
ikan  mas  yang  membawa  markaCyca-DAB1*05 (MHC II)


PERSYARATAN TEKNIS APLIKASI:

1. Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi
Ikan mas MHC yang tahan penyakit dihasilkan melalui serangkaian kegiatan identifikasi, uji tantang dan uji lapang. Populasi F0 atau founder ikan mas MHC telah dihasilkan tahun 2009 dan dilanjutkan pengidentifikasian, pengujian dan pengembangannya di tahun 2010 – 2011 untuk menghasilkan ikan mas MHC F1. Induk ikan mas MHC F1 yang dihasilkan tahun 2011 digunakan untuk menghasilkan populasi ikan mas keturunan kedua (F2) di tahun 2012 – 2013. Selama tahun 2012 ini, telah pula dilakukan proses identifikasi dan uji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophyla dan KHV. Uji lapang juga dilakukan terhadap benih turunan ikan mas MHC F2 untuk mengevaluasi performa daya tahan terhadap penyakit dan pertumbuhannya di karamba jaring apung (KJA) Cirata, Cianjur. Dalam aplikasinya, ikan mas MHC F3 inilah yang akan dan didistribusikan kepada masyarakat.

2.  Uraian Standar Prosedur Operasional
a. Gambaran teknologi
Ikan mas MHC keturunan kedua (F2) dihasilkan dan digunakan sebagai populasi dalam kegiatan identifikasi frekuensi marka MHC class II yang muncul. Pada individu F0, frekuensi marka MHC class II yang muncul sebanyak 50% yang menandakan bahwa 50 % populasi membawa marka MHC class II. Dalam populasi ikan turunan berikutnya, yakni F1 dan F2, frekuensi marka MHC class II meningkat menjadi 70% dan 83,33%. Berdasarkan performa kelangsungan hidup dalam hasil uji tantang terhadap Aeromonas hydrophila dan KHV, populasi ikan mas MHC F2 diperbanyak untuk menghasilkan turunannya (F3). Uji lapang terhadap populasi ikan mas F3 yang tetuanya adalah ikan mas MHC F2 telah dilakukan dalam kegiatan pembesaran di karamba jarring apung (KJA) Cirata, Cianjur dengan menggunakan benih ikan mas dari masyarakat sebagai pembanding.

b. Cara penerapan teknologi
Populasi ikan mas MHC F2 telah dihasilkan di BBPBAT Sukabumi; demikian pula dengan perbanyakannya (F3). Oleh karena itu, BBPBAT Sukabumi memfasilitasi masyarakat untuk memiliki induk ikan mas keturunan ke dua (F2) maupun F3 ikan mas MHC yang tahan bakteri Aeromonas hydrophyla dan KHV ini. Panduan untuk perbanyakan induk adalah sebagai berikut:




 Pemeliharaan Induk dan Pematangan Gonad
a.    Memilih 100 ekor induk jantan dan 100 ekor induk betina dari strain terpilih, dan dipelihara dalam kolam/bak secara terpisah.
b.    Menebarkan dan memelihara induk selama 60-90 hari. Padat tebar untuk pemeliharaan di kolam air tenang, sebesar 1-2 kg/m2, sedangkan untuk pemeliharaan di kolam air deras sebesar 6-10 kg/m3.
c.    Menghitung kebutuhan pakan induk berdasarkan bobot biomassa.
d.    Memberikan pakan pada induk dengan dosis 3% dari biomassa/hari.
e.    Frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari (pagi, siang dan sore).
f.     Melakukan pengontrolan kolam dan ikan setiap hari.

Pemilihan Induk Matang Gonad
a.    Pemeriksaan kematangan induk jantan melalui pengamatan visual terhadap tampilan bentuk perut dan warna pada bagian urogenital.
b.    Perut betina yang matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut membesar dan jika dipegang bagian perut akan terasa lembek. Induk betina matang gonad, juga ditandai dengan urogenital berwarna merah jambu.
c.    Induk betina dan jantan yang memijah, minimal harus 25 betina dan 25 jantan (sesuai diagram prosedur).

Perangsangan Ovulasi
a.    Memberok induk betina dan jantan matang gonad pada wadah terpisah selama 12-24 jam.
b.    Menyuntik induk betina dengan hormon perangsang ovulasi, dosis sesuai dengan jenis hormon yang digunakan pada bagian ujung bawah sirip punggung. Lama inkubasi setelah penyuntikan sekitar 10-12 jam.
c.    Melaksanakan pengontrolan air, oksigen dan kondisi lingkungan lain.

Pengalinan (Stripping), Pembuahan dan Penetasan secara Buatan
a.    Setelah ovulasi, induk betina dan jantan dialin untuk mendapatkan telur dan sperma. Telur dari semua induk betina ditampung dalam waskom, demikian pula dengan sperma dari semua induk jantan. Sperma, dapat pula diencerkan terlebih dahulu sebanyak 50 kali, dengan cara mencampurkannya dengan larutan fisiologis 0,9%.
b.    Telur dari semua betina diaduk merata dengan menggunakan bulu ayam atau bulu angsa secara perlahan, demikian pula dengan sperma.
c.    Mengambil sebagian telur dan dicampurkan dengan sebagian sperma. Campuran telur dan sperma ditebarkan secara merata pada substrat penempelan atau langsung pada dasar hapa/akuarium/bak.
d.    Proses pada butir c diulangi kembali sehingga semua telur dan sperma habis.
e.    Embrio dipelihara hingga menetas.

Pemijahan, Pembuahan dan Penetasan secara Alami
a.    Setelah disuntik, semua induk betina dan jantan dipasangkan agar memulai proses pemijahan. Pemijahan dilakukan di dalam hapa yang ditempatkan di kolam. Substrat penempelan telur, menggunakan kakaban.
b.    Setelah memijah, semua induk betina dan jantan dipindahkan dari hapa pemijahan ke dalam wadah pemeliharaan induk.
c.    Merapikan posisi kakaban di dalam hapa. Posisi hapa terbaik, minimal 5 cm di bawah permukaan air.

Pendederan (Pd) dan Pembesaran (Pb)
a.    Jika pemijahannya dilakukan di hapa yang ditempatkan di kolam, maka kolam tersebut dapat pula digunakan sebagai wadah pendederan I. Oleh karenanya, maka pemupukan perlu dilakukan segera setelah ikan selesai memijah. Pemupukan dengan pupuk kandang menggunakan dosis 500 gram/m2. Posisi pupuk ditempatkan berjauhan dengan posisi hapa agar tidak mengganggu proses penetasan.
b.    Jika pemijahannya secara buatan, maka pemupukan kolam pendederan dilakukan pada hari yang sama dengan pemijahan. Dosis pemupukan menggunakan pupuk kandang sebesar 500 gram/m2.
c.    Dosis pupuk kandang untuk pendederan 2 dan 3, masing-masing sebesar 250 gram/m2.

Proses Pemeliharaan
a.    Proses pemeliharaan yang meliputi Pendederan (Pd), Pembesaran Pertama (Pb1) serta Pembesaran Ke Dua (Pb2)

Tahapan
Wadah
Tebar
Dosis Pakan
Lama
Target

(%)
(hari)






Pd
KAT
25 ekor/m2
20-10-5
3 bulan
8-12 cm (>10 g)

Pb1
KAD
50 ekor/m3
5-3
3 bulan
>100 g

Pb2
KAD
25 ekor/m2
3
3 bulan
500 – 1.500 g


Keterangan:
Pd = Pendederan,       Pb1 = Pembesaran pertama,       Pb2 = Pembesaran kedua,
KAT = Kolam Air Tenang, KAD = Kolam Air Deras
b.    Pemisahan ikan berdasarkan jenis kelamin dilakukan pada saat ukuran 100 gram/ekor atau disesuaikan dengan kemampuan dalam mengidentifiksasi jenis kelamin.
c.    Seleksi hanya dilakukan pada pada tahap akhir pemeliharaan, yakni setelah betina berukuran 1.000-1.500 gram/ekor dan jantan berukuran 500-1.000 gram/ekor. Parameter seleksi adalah pertumbuhan.
d.  Melakukan pendataan kualitas air setiap 2 minggu melalui pengukuran kadar oksigen terlarut (O2), karbondioksida (CO2), suhu air, pH, amonia (NH3), alkalinitas dan kesadahan air.


Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar