Selamat Datang

Selamat Datang di Situs Layanan Informasi Penyuluhan Perikanan

Senin, 22 Agustus 2016

PENETUAN CALON KAWASAN KONSERVASI SUMBERDAYA PESISIR DAN PERAIRAN UMUM


Isu konservasi dewasa ini telah menjadi perhatian global sekaligus menjadi isu strategis di berbagai negara tidak terkecuali di Indonesia. Tersedianya potensi sumberdaya ikan yang melimpah di Indonesia mendorong dilakukannya langkah pengelolaan sumberdaya tersebut secara efektif dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagai langkah pengelolaan maka perlu diketahui katagori jenis kawasan konservasinya. Konservasi kawasan pada dasarnya tidak hanya berupa penetapan zona tetapi juga hendaknya dilengkapi dengan langkah-langkah pengelolaan yang lebih jelas dan bisa diterima oleh semua pihak yang terkait.

TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN TEKNOLOGI :
Penerapan teknologi berupa Pedoman Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir bertujuan untuk mengetahui jenis kawasan konservasi perairan, yang diharapkan dapat :
·   Memudahkan para pelaksana lapangan menilai suatu perairan dalam menentukan kawasan konservasi baru atau menilai efektivitas kawasan konservasi yang sudah ada.
·   Dapat dimanfaatkan bagi para pemangku kebijakan dalam menentukan suatu peraturan yang terkait tentang pelaksanaan langkah konservasi perairan untuk mendukung kelestarian sumberdaya alam.


RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
1.     Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi
Penerapan teknologi berupa Pedoman Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir dapat dipenuhi dengan beberapa persyaratan :
a.   Badan air meliputi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang yang sudah atau belum ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
b.     Intensitas aktivitas penangkapan yang tinggi.
c.     Populasi sumberdaya ikan, yang mengalami penurunan produksi.
Berdasarkan studi kasus di teluk Cempi, sumberdaya ikan yang mengalami penurunan produksi adalah udang ekonomis penting (Penaeus). Sebagai gambaran, produksi udang-udang ekonomis penting seperti udang king (Penaeus monodon) dan udang manis (Penaeus merguensis) sebelum tahun 2000 tinggi. Tetapi, jenis udang tersebut pada saat penelitian dilaksanakan (2011-2013) sudah jarang tertangkap.
d.   Parameter kesesuaian perairan untuk kawasan konservasi sebagai dasar dalam penentuan jenis kawasan konservasi adalah :
·     Ekologi : oseanografi, sumberdaya udang (larva, juvenile, dewasa), vegetasi mangrove (jenis, luasan, kerapatan).
·    Sosial budaya : dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, dan kearifan lokal serta adat istiadat.
·      Ekonomi : aktivitas penangkapan, nilai ekonomi sumber daya udang.
e.     Pemetaan kawasan pesisir dan perairan berupa peta citra ataupun peta perubahan lahan yang telah terjadi.
f.      Pelaksanaan sosialisasi dan Fokus Grup Diskusi.
g.    Monitoring dan Evaluasi dari awal perencanaan, selama kegiatan dan setelah aplikasi teknologi.

2.     Uraian secara lengkap dan detail SOP, mencakup:


a.      Inventarisasi data dan informasi sumberdaya udang (jenis, kelimpahan dan kepadatan, dari fase larva, juvenil serta udang dewasa). Alat tangkap  yang digunakan untuk inventarisasi ini merupakan alat tangkap yang umum digunakan dalam setiap penelitian tentang berbagai fase siklus hidup udang sehingga sangat mudah didapatkan oleh semua pelaksana lapangan. Identifikasi udang menggunakan metode Chan (1998).

b.     Inventarisasi data dan informasi parameter lingkungan perairan sumberdaya udang (plankton, suhu, kedalaman air, kecerahan, salinitas, konduktivitas, pH, oksigen terlarut, kandungan nutrien dan klorofil). Pengukuran berbagai parameter perairan secara insitu bisa dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kualitas air yang umum digunakan. Dalam penelitian ini digunakan WQC YSI 85 (suhu, oksigen dan pH), turbidimeter (kekeruhan), depthmeter (kedalaman) dan refraktometer (salinitas) yang telah terkalibrasi. Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan planktonet (APHA, 2005), sedangkan konsentrasi nutrien dan klorofil diketahui dengan melakukan pengamatan di laboratorium pengujian (metode spektrofotometri) pada sampel air yang diambil (500 ml untuk nutrien, 250 ml untuk klorofil).

 
c.   Inventarisasi data dan informasi aktivitas perikanan (alat tangkap; armada; jumlah dan komposisi tangkapan; jumlah nelayan) dan kondisi masyarakat di sekitar badan air yang menjadi bahan dalam kriteria sosial, budaya, ekonomi. Informasi ini umumnya bisa didapatkan dari dinas perikanan kelautan setempat sehingga bisa menjadi data sekunder dan dipertajam dengan mengumpulkan data harian tangkapan nelayan berbasis enumerator serta wawancara langsung terhadap para pemangku kepentingan yang terkait (pemerintah setempat, nelayan, petambak, konsumen) berdasarkan kuisioner yang telah dibuat sebelumnya.


d.    Identifikasi jenis vegetasi, luasan serta perubahan lahan mangrove dengan membandingkan karakteristik lahan peta citra. Identifikasi mangrove sebaiknya dilakukan oleh ahli ekologi yang bisa mengidentifikasi mangrove.
e.       Analisis kesesuaian perairan kawasan asuhan sebagai kawasan konservasi sumberdaya udang
f.   Penentuan jenis kawasan konservasi berdasarkan kriteria Ekologi, Sosial Budaya dan Ekonomi sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan KP No.17 tahun 2008 dan No. 2 tahun 2009.
g.   Pembagian zonasi kawasan konservasi sumberdaya udang (inti, penyangga, pemanfaatan terbatas) dan dituangkan dalam bentuk peta zonasi.
h.    Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) berdasarkan karakteristik perairan, potensi sumberdaya, serta aspek sosial ekonomi dan budaya setempat yang didapatkan dari hasil penelitian.
i.      Sosialisasi hasil penelitian kepada para pengguna (dinas terkait, nelayan, petambak, LSM, tokoh masyarakat).
j.    Fokus grup diskusi (FGD) yang melibatkan Dinas terkait, nelayan, petambak, pemangku kebijakan, LSM, tokoh masyarakat dalam langkah penetapan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) untuk mencapai suatu kesepakatan.
k.  Monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dilakukan pada perencanaan, selama dan setelah penerapan teknologi, dan dari hasil monitoring dilakukan evaluasi untuk mengkaji keberhasilan ataupun kegagalan penerapan teknologinya.




3. Uraian dan jumlah kaji terap yang sudah dilakukan di beberapa daerah beserta hasilnya Penentuan calon kawasan konservasi sumberdaya udang berdasarkan teknologi ini telah dilakukan di perairan Teluk Jakarta pada tahun 2009-2010 (Nastiti et al., 2010). Penelitian ini mencalonkan kawasan asuhan udang sebagai kawasan konservasi yang terletak di kawasan timur Teluk Jakarta yaitu Muara Gerobak (05o 64’ 941” LS dan 107o 01’ 762” BT), Muara Beuting (05o 55’ 559” LS dan 107o 05’ 424” BT) dan Muara Bungin (05o 44’ 939” LS dan 107o 02’ 502” BT) dengan total luas kawasan asuhan udang sebesar 53,92 hektar.

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar