Ikan
betutu diduga ikan asli indonesia yang berasal dari pulau Kalimantan. Namun sementara orang ada yang berpendapat
bahwa ikan betutu berasal dari Sumatra karena sejak dahulu sudah ada disana,
bahkan menjadi maskot Kabupaten Talang Betutu.
Mengigat nama betutu menjadi nama tunggal di kabupaten tersebut, maka
ikan betutu diduga berasal dari Sumatera .
Ikan
betutu mempunyai kemiripan dengan ikan gabus karena sepintas memang ada
keserupaan, baik bentuk maupun sifatnya.
Bila diamati, antara keduanya mempunyai perbedaan yang cukup mencolok
yaitu ikan betutu dapat bertahan bejam-jam tanpa bergeser dari tempatnya dan
sering disebut dengan ikan malas. Oleh
karena itu, sementara para ahli menduga
bahwa ika betutu masuk dalan keluarga besar Eleotridae
yang memiliki kekerabatan dengan kelurga Gobioidea
(satu famili dengan ikan gabus). Jika dilihat sepintas, tampang betutu cukup
menyeramkan, bentuk mukanya cekung dengan ujung kepala picak (gepeng), matanya
yang besar menonjol keluar dan dapat digerak-gerakkan dan mata lebar, tebal
dengan gigi kecil tajam. Cukuplah beralasan orang menyebutnya sebagai ikan
hantu.
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut
klasifikasi berdasarkan taksonomi yang dikemukakan ahli ikan Singapura, Lie
Siauw Foey (1968), Ikan Betutu digolongkan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Fylum : Chordata
Super-class : Pisces
Ordo : Perciformes
Sub-ordo : Gobioidea
Family : Eleotridae
Genus : Oxyeleotris
Species : Oxyeleotris
marmorata. Blkr
Nama Lokal : bloso, ikan malas (Jawa); bakut, ikan hantu (Kalimantan); bakut, beluru, bakutut (Sumatra); ketutu,
belantok, batutu, ikan hantu (Malaysia); pla bu sai (Thailand); ca bong
tuong (Vietnam); soon hock (Cina).
Nama Internasional : Marbled goby, Sand
goby
Ciri-ciri
morfologi spesifik yang dimiliki oleh ikan betutu (Oxyeleotris marmorata.
Blkr) adalah sebagai berikut :
1. Bentuk badan memanjang, bagian depan silindris dan bagian belakang pipih
2. Kepala rendah, mata besar yang dapat bergerak dan mulut lebar
3. Sisik sangat kecil-kecil, halus dan lembut sehingga tampak hampir tidak
bersisik
4. Warna badan kecoklatan sampai gelap dengan bercak- bercak hitam (seperti batik) menyebar ke seluruh tubuh
5. Bagian ventral berwarna putih/terang
6. Tubuh ikan betina umunmnya lebih gelap dari pada jantan
7. Panjang maksimum 50 cm dan dapat mencapai berat tujuh
kg/ekor
Habitat dan Penyebaran
Habitat
betutu tersebar luas, meliputi perairan-perairan tawar didaerah beriklim
tropis/subtropis. Betutu menyukai tempat
yang arusnya tenang dan agak berlumpur seperti rawa , danau atau muara sungai. Ikan
ini gemar sekali membenamkan dirinya didalam lumpur.
Betutu
tersebar di wilayah Asia Tenggara
seperti Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia
(Sumatera, Kalimantan dan Jawa), hingga kepulauan Fiji di Pasifik.
Tingkah Laku dan Kebiasaan Makan
Ikan
ini hidup didasar perairan, hanya sekali-kali saja menyembul ke permukaan. Tempat agak gelap, terlindung dibalik
batu-batuan atau tumbuhan air sangat disukainya sebagai tempat berlindung dan
tempat mengintip mangsa serta melangsungkan proses pemijahan . Jika
hari menjelang malam, betutu sering terlihat menyembulkan moncongnya di atas
permukaan air, disekitar tempat persembunyiannya.
Jenis
makanan yang disantapnya berubah dengan bertambahnya umur. Ikan dewasa biasanya memangsa ikan lain,
udang-udangan (crustacea) dan serangga air (insekta), sementara juvenilnya yang
masih muda memakan kutu air (daphnia, cladocera dan copepoda), jentik-jentik
serangga dan rotifera. Pada stadia
larva, betutu juga memakan plankton nabati (ganggang) dan plankton hewani
berukuran renik.
Kunci utama yang mesti di kuasai
adalah pembenihan karena ketersediaan benih merupakan hal mutlak. Penyediaan benih yang selama ini masih mengandalkan
kemurahan alam, sebetulnya sudah dapat dilakukan secara terkendali. Dengan teknik yang sederhana (alami) pun,
benih betutu dapat di produksi secara massal hasil-hasil percobaan memberikan
gambaran mengenai prospek produksi benih betutu sebagai sesuatu yang cukup
mudah dan tidak membutuhkan modal terlalu besar. Hanya saja, karena ikan ini belum terlalu
populer maka masih jarang pembudidaya yang mencoba mengusahakan pembenihannya.
Pembudidayaan betutu sedikitnya
menyangkut dua tahap yakni produksi benih dan pembesaran. Tahap produksi maupun pembesaran dapat
dilakukan terpadu atau pun terpisah, tergantung pada ketersediaan unsur
produksi.
Produksi Benih
Dari praktek yang sudah dilakukan para
pengumpul ikan, benih betutu umumnya diperoleh dari alam dan siap
ditebarkan lebih lanjut di kolam pembesaran sampai menjadi ikan ukuran
konsumsi. Namun, benih betutu hasil
tangkapan ini tidak dapat diandalkan karena secara jumlah maupun ukuran tentu
saja tidak mencukupi. Untuk itulah
pengadaan benih dengan pemijahan perlu diupayakan.
Dalam tahap produksi benih, kegiatan yang dilakukan antara lain
menyangkut; pemeliharaan induk atau
calon induk hingga siap memijah, pemijahan induk-induk ikan yang menghasilkan
telur, penetasan telur dan perawatan larva (burayak) hingga menjadi
benih.
Pembesaran
Kegiatan pembesaran meliputi pemeliharaan benih dari ukuran 50 gr hingga
menjadi ikan konsumsi. Kegiatan ini
membutuhkan waktu kira-kira 8 – 10 bulan.
Data mengenai usaha pembesaran betutu masih sangat sedikit karena
budidaya ikan ini belum popular dan kalau pun ada masih sebatas penelitian para
ahli.
Pembesaran betutu dikolam bisa dilakukan secara polikultur bersama
ikan-ikan lain, misalnya karper. Usaha
pembesaran sistem monokultur sudah dicoba pula di daerah Kalimantan
Timur. Pembesaran dengan sistem
monokultur ini di kerjakan dalam keramba apung. Hasil panennya cukup memberikan
harapan, dapat mencapai 30- 40 kg /m3/tahun. Namun, sayangnya kelanjutan usaha
ini tidak terlalu lancar. Salah satu
penyebabnya adalah tidak tersedianya benih secara teratur, padahal ikan ini
memiliki prospek pasar yang cukup baik.
Teknik pembesaran di dalam keramba dan hampang ternyata sangat
prospektif karena dapat dilakukan pada lahan relatif sempit dengan produksi
yang cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, D. 2001. Budidaya
Ikan Betutu. Kanasius. Yogyakarta.
Komarudin, Ujang. 2000. Betutu;
Pemijahan Secara Alami dan Induksi, Pemeliharaan di Kolam, Keramba dan Hampang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kurniawan R. dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri
Kesehatan Ikan “Betutu Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi
Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar