Selamat Datang

Selamat Datang di Situs Layanan Informasi Penyuluhan Perikanan

Selasa, 11 Februari 2014

PENGOLAHAN JAMBAL ROTI

I.   PENDAHULUAN


Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme diantara beribu-ribu jenis bakteri.  Dari organisme-organisme yang memfermentasi bahan pangan yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, bakteri pembentuk asam asetat dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol.  Jenis-jenis kapang tertentu juga berperan utama dalam fermentasi beberapa bahan pangan.
Jambal roti pada awalnya merupakan produk perikanan hasil fermentasi yang terbuat dari ikan Manyung (Arius thalassimus).  Istilah jambal roti digunakan karena karakter tekstur dagingnya yang mudah hancur setelah digoreng layaknya roti panggang.  Proses fermentasi merupakan faktor paling menentukan karena pada tahap ini terjadi precursor cita rasa dan aroma khas jambal roti.  Jambal roti ikan patin merupakan suatu diversifikasi produk dari pemanfaatan ikan patin.


II.  TINJAUAN UMUM


2.1  Klasifikasi dan Identifikasi Ikan Patin (Pangasius sp)
 Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer saat ini, karena rasa daging yang lezat dan harganya yang relatif murah.  Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah:
Filum                          : Chordata
Subfilum                    : Vertebrata
Kelas                         : Pisces
Subkelas                   : Teleostei
Ordo                           : Ostariophysi
Subordo                     : Siluroidae
Famili                         : Pangasidae
Genus                         : Pangasius
Spesies                      : Pangasius sp.

 
Gambar 1. Ikan patin (Pangasius sp.)

            Ikan patin memiliki rangka dari tulang sejati dengan badan memanjang bewarna putih seperti perak dan punggung kebiru-biruan.  Salah satu kekhasan dari ikan patin adalah kepalanya yang relatif lebih kecil dengan mulut yang tidak dapat disembulkan dan letak mulut yang di ujung kepala agak di sebelah bawah.  Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang berfungsi sebagai peraba.  Sirip punggung ikan patin memiliki 6-7 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang dapat berubah menjadi patil bergerigi setelah dewasa.  Pada punggung terdapat sirip lemak yang berukuran sangat kecil dan biasa disebut adipose fin.  Sirip ekor berbentuk cagak dan simetris.  Ikan patin tidak memiliki sisik.  Sirip duburnya panjang terdiri dari 30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki 6 jari-jari lunak.  Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang menjadi senjata dan dikenal sebagai patil (Saanin 1984).


2.2.  Komposisi Kimia Ikan Patin
Bagian tubuh ikan yang dapat dimakan terdiri dari jaringan otot dan daging.  Besarnya bagian tergantung dari bentuk, umur, dan waktu penangkapan sebelum atau sesudah bertelur, tetapi umumnya berkisar antara 45-50 % dari  berat ikan (Suzuki 1981).  Komposisi kimia ikan patin per 100 gram daging ikan dapat dilihat pada Tabel 1. 
Tabel 1.  Komposisi kimia ikan patin
Komposisi kimia
Persentase (%)
Kadar protein
17,86
Kadar lemak
2,19
Kadar abu
1,05
Kadar air
77,40
Sumber : Sufianto (2004)

            Komposisi kimia ikan berbeda-beda tergantung pada spesiesnya.  Dengan adanya perbedaan/ variasi dari komposisi kimia ikan tersebut, maka ikan dapat dikelompokan dalam lima kategori (Stansby 1962) seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2.  Pengelompokan ikan berdasarkan variasi lemak dan protein

Kategori
Jenis ikan
A
Lemak rendah (<5 %) - Protein tinggi (15- 20 %)
B
Lemak sedang (5-15 %) - Protein tinggi (15-20 %)
C
Lemak tinggi (>15 %) - Protein rendah (<15 % %)
D
Lemak rendah (<5 %) - Protein sangat tinggi (>20 %)
E
Lemak rendah (<5 %) - Protein rendah (<15 %)

2.3. Teknologi Pengolahan Jambal Roti di Beberapa Daerah
            Cara pembuatan jambal roti di Jawa pada prinsipnya sama, tetapi setiap daerah memiliki ciri  khas sehingga kualitas jambal roti yang dihasilkan bervariasi.  Di Pekalongan garam yang digunakan 30-35% dari bobot ikan selama 1-2 hari, di Cirebon menggunakan garam sebanyak 30-35% selama 1 hari, di Pangandaran dan Eretan sebesar 30-35% selama 2 hari, dan di Cilacap 30-35%, bahkan untuk jambal roti kualitas dua sebanyak 40-45% selama 2 hari (Burhanuddin, dkk, 1987).  Sampai saat ini para pengolah jambal roti belum mengikuti aturan tertentu, hanya berdasarkan kebiasaan setempat.


III.  PENGOLAHAN JAMBAL ROTI IKAN PATIN

           
Uji coba pembuatan jambal patin melalui tahap-tahap sebagai berikut : 


Berdasarkan Tabel 2, ikan patin (Pangasius sp.) termasuk dalam kategori C, yaitu ikan dengan kadar protein tinggi (15-20 %) dan kadar lemak (>15 %).  Dalam uji coba ini, ikan patin yang digunakan berukuran lebih dari 3 kg.  Hal ini supaya jambal yang dihasilkan memiliki daging yang tebal.  Kandungan lemak yang tinggi akan menyebabkan ketengikan pada ikan jambal.  Selain itu, penjemuran relatif lebih lama karena daging tidak cepat kering.  Selama proses penjemuran, sebaiknya lemak yang menempel pada daging dibuang. Tabel 3 menunjukkan komposisi kimia Jambal Roti Ikan Patin dibandingkan dengan Jambal Roti Ikan Manyung.
           



Tabel 3.
Hasil analisa Jambal roti dari ikan Patin dan Manyung

Parameter
Patin
Manyung
Kadar air
45.07%
55.23%
Kadar abu
12.10%
13.23%
Kadar Lemak
20.63%
1.74%
Kadar Protein
17.79%
28.59%
TPC
5.6 x 10^4
6.2 x 10^5




            Secara umum, kualitas jambal roti dari ikan manyung masih lebih baik dari ikan patin.  Selain kandungan lemak yang tinggi, kadar protein jambal roti ikan patin jauh lebih rendah.  Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap daya awet jambal roti patin karena kandungan lemaknya yang tinggi akan mempercepat proses oksidasi sehingga mudah tengik.  Uji coba ini hanya memberikan alternatif pengolahan ikan patin sebagai salah satu ikan air tawar yang kini sedang banyak dibudidayakan.  Kekurangan yang ada perlu disiasati dengan proses penanganan yang bersih dan higienis sehingga dapat memperpanjang umur simpan. 




KEPUSTAKAAN


Saanin H.  1984.  Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta, Bandung.

Stansby ME.  1962.  Proximate composition of fish.  Dalam Fish in Nutrition. Heen E dan Kreuzer R (eds). Fishing News (Books) Ltd.  Ludgate House, London. England.

Sufianto B.  2004.  Kemunduran mutu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) segar selama penyimpanan pada suhu ruang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Suzuki T.  1981.  Fish and Krill Protein. Applied Science Publ.  Ltd. London.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar