Selamat Datang

Selamat Datang di Situs Layanan Informasi Penyuluhan Perikanan

Minggu, 11 November 2018

BUDIDAYA IKAN BANDENG


A. PEMBENIHAN IKAN BANDENG

Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediaan dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun. 


Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga. Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap sumber daya benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui penebaran di perairan pantai (restocking). 

Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titik tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku sebagai konsumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery.

1. Persyaratan lokasi
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:
1)   Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2)   Mampu menjamin ketersediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per hari.
- Suhu air, 26,5-310C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
3)   Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
4)   Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.

2. Sarana dan Prasarana
1) Sarana Pokok
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.

a. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni plankton serta diatur menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim pemipaan air tawar, air laut dan udara.

b. Bak Pemeliharaan Induk
Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.

c. Bak Pemeliharan Telur
Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.

d. Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terpal plastik untuk menyangga atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.

e. Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.
Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.

2) Sarana Penunjang
Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packing, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
a.    Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0C.
a.     Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan gudang.

3) Sarana Pelengkap
Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.

3. Teknik Pemeliharan
1) Persiapan Operasional.
a.     Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yaitu formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa, genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
b.    Menyiapkan bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
c.     Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.

2) Pengadaan Induk.
a.    Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
b.    Pengangkutan induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.
c.    Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas.
d.    Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok air tawar.

3) Pemeliharaan Induk
a.    Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
b.    Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton.
c.    Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
d.    Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 C.

4) Pemilihan Induk
a.    Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
b.    Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara membius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
c.    Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
d.   Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.

5) Pematangan Gonad
a. Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.

Cara penyuntikan pellet hormon ke ikan bandeng
·   Induk bandeng diletakkan di atas bantalan busa.
·   Lendir yang melapisi bagian punggung sebelah kanan indukan dibersihkan.
·   Salah satu sisik dilepas dengan pisau kecil kemudian pisau tersebut ditisukkan untuk membuat lubang untuk menanam pellet hormon.
·   Pellet hormon dimasukkan dengan bantuan implanter.
·   Indukan kemudian dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan.

b. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg).

6) Pemijahan Alami.
a.    Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
b.    Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
c.     Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
d.    Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.

7) Pemijahan Buatan.
a.    Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
b.    Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c.    Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis 5.000 10.000IU per Kg berat tubuh.
d.    Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.

8) Penanganan Telur.
a.    Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
b.    Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur padam tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
c.    Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum bisa dilakukan.
d.    Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.

9) Pemeliharaan Larva.
a.    Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
b.    Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
c.    Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
d.    Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
e.    Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.

10) Pemberian Makanan Alami
a.    Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
b.    Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
c.    Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
d.    Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.

11) Budidaya Chlorella
Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0C, sedangkan untuk skala besar menggunkan wadah serat kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.

12) Budidaya Rotifera.
Budidaya rotifera skala besar sebaiknya dilakukan dengan cara harian yaitu sebagian hasil panen disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah. Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella.
Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak  mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan pemeliharaan berikutnya.


4. PANEN

1) Panen dan Distribusi Telur. Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.
Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam). 2) Distribusi Telur. Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar. 3) Panen dan Distribusi Nener. Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak danmengurangi oksigen terlarut secara n yata dalam wadah pengangkutan
a) Persiapan plastik packing, dan memasukan benih ke dalam plastik packing b) Memasukkan oksigen ke dalam plastik packing c) Pengikatan plastik, plastik di ikat secara kuat agar oksigen tidak keluar d) Pengemasan ke dalam kotak pengemasan e) Benih siap di distribusikan 4) Panen dan Distribusi Induk. Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air tambak dikurangi, kemudian diikuti penangkapan dengan alat jaring yang disesuaikan ukuran induk, dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk dari tambak harus menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya induk tidak luka dan mengurangi stress. Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong plastik, serat gelas ukuran 2 m3, oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m3 tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 0C dan salinitas rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat transportasi. Aklimatisasi induk setelah transportasi sangat dianjurkan untuk mempercepat kondisi induk pulih kembali.


B. PENGGELONDONGAN BANDENG

Hampir satu dasawarsa serangan penyakit udang yang mematikan belum dapat terkendali secara efektif, kegagalan sudah berkali-kali dialami petani/pengusaha tambak. Timbulnya penyakit udang tersebut disebabkan semakin menurunnya daya dukung lahan tambak sebagai akibat dari penerapan Sapta Usaha Pertambakan yang tidak sesuai anjuran dan adanya berbagai bentuk manipulasi lingkungan perairan tambak yang dilakukan petani, semua ini bermuara kepada terganggunya keseimbangan sistim perairan (Ali Poernomo, 1992).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kembali daya guna dan nilai guna lahan tambak diperlukan adanya suatu solusi dengan memfungsikan tambak melalui budidaya bermacam-macam komoditi salah satu diantaranya adalah komoditi ikan bandeng. Ikan bandeng adalah salah satu sumber protein hewani yang harganya lumayan dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas, selain dikonsumsi dalam bentuk ikan segar juga dalam bentuk olahan diantaranya: pindang dan bandeng presto (Aslianti, 1994).
Kebutuhan lain yang akhir-akhir ini cukup berkembang adalah sebagai umpan hidup untuk penangkapan tuna/cakalang (Asmin Ismail, dan Ahmad Sudrajad, 1992). Kelebihan lain yang dimiliki ikan bandeng yaitu tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH, kecerahan air, mudah beradaptasi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kisaran kadar garam 0-15 ppt, tahan terhadap penyakit serta tidak mempunyai sifat kanibal sehingga ikan ini mempunyai kecenderungan untuk dibudidayakan dengan kepadatan tinggi terutama penggelondongan (Liao, 1985). Dalam usaha budidaya benih sampai ukuran gelondongan merupakan komponen penentu menuju keberhasilan budidaya. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah rendahnya teknologi penggelondongan yang dimiliki petani/pengusaha, baik itu padat tebar, pemberian pakan tambahan dan manajemen air, sehingga tingkat pertumbuhan dan kelulusan hidup yang didapatkan dalam penggelondongan bandeng masih sangat rendah. Untuk itu diperlukan adanya informasi yang akurat menyangkut teknologi penggelondongan nener bandeng sebagai acuan yang dapat dimanfaatkan oleh petani/pengusaha tambak. Beberapa keuntungan dapat diperoleh dengan penggelondongan nener bandeng sampai ukuran (5-7 cm) adalah sebagai berikut :
a.    Pemenuhan kebutuhan gelondongan bandeng sepanjang tahun untuk menunjang budidaya bandeng umpan maupun bandeng konsumsi.
b.    Meningkatkan kelangsungan hidup pada usaha budidaya berikutnya.
c.    Menekan biaya produksi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan terhadap budidaya bandeng umpan atau bandeng konsumsi.
d.    Berfungsi sebagai komoditi rotasi untuk memutus siklus penyakit udang.
e.    Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani tambak.
f.     Menampung tenaga kerja di daerah pesisir pantai.

1. Pemilihan Lokasi
Pada umumnya petakan tambak penggelondongan nener bandeng sama dengan petakan tambak budidaya ikan bandeng. Petakan tambak dapat dibuat di lokasi dengan perbedaan tinggi pasang surut 2-3 m. Elevasi tambak optimal adalah 0,50 m dari permukaan air laut. Tanah dasar yang ideal bagi tambak bandeng adalah tanah liat berdebu (Selty loan) karena selain mampu menampung air juga sangat baik untuk pertumbuhan alga dasar. Tanah tambak yang baru dibuka pada umumnya bereaksi masam, karena itu perbaikan tanah (reklamasi) perlu dilakukan dengan jalan penjemuran tanah dasar dan pencucian maupun pengapuran. Persyaratan Lokasi Penggelondongan Nener Bandeng.

Keadaan Lingkungan (Variabel) 1 PH 7 – 8 2 Oksigen terlarut > 3 ppm 3 Suhu air 25 - 30 0C 4 Salinitas 10 - 30 ppt 5 Sumber air Payau dan tawar 6 Kualitas air Tidak tercemar 7 Tekstur tanah Liat berdebu

2. Konstruksi dan Desain Tambak
Pematang tambak terdiri dari pematang keliling (tanggul primer) dan pematang penyekat (tanggul skunder). Pematang keliling harus cukup lebar (> 1 m) dengan lereng bagian dalam 1-1,5 dan lereng bagian luar 1- 1,20 m. Sedangkan lebar pematang perantara dibuat lebih kecil dengan lereng tanggul 1:1 (Poernomo 1992).
Tinggi pematang sebaiknya tidak kurang dari 0,5 m di atas pasang naik tertinggi dari penyusutan sebesar 15-20% harus diperhitung pada pembuatan semua jenis pematang. Saluran di tambak terdiri atas saluran pemasukan, saluran pembuangan dan saluran pembagi. Di dalam tiap petakan tambak dapat dibuat parit-parit keliling (caren) dengan lebar 2-4 m dan dalam 0,3-0,5 m dari permukaan pelataran. Pintu air satu unit tambak terdiri atas satu pintu utama, pintu sekunder dan pintu tertier. Pintu utama dipasang pada pematang utama keliling untuk pengaturan pemasukan air ke dalam unit tambak. Pintu sekunder dipasang pada pematang perantara untuk memasukkan air dari saluran pembagi ke dalam tiap petakan, ukuran pintu air sebaiknya diatur sesuai dengan kapasitas lahan sehingga pemasukan dan pengeluaran air dapat dilakukan dengan lebih cepat. Tiap petak dalam satu unit tambak harus mendapatkan pengairan tersendiri, untuk mencegah penggunaan air yang berkualitas rendah sebaiknya pengairan tidak dilakukan secara seri.

3. Persiapan
- Pengeringan tanah dasar tambak
Persiapan untuk pengeringan tanah dasar dilakukan terlebih dahulu mengadakan perbaikan pematang, saluran dan pintu tambak. Tanah dasar bagian pelataran diolah dan diratakan, kemudian tanah dasar dikeringkan selama 7 hari hingga tanah dasar retak-retak sampai sedalam 1 cm. Dalam kegiatan pengeringan ini juga disertai kegiatan aplikasi pemberantas hama yaitu dengan menggunakan Saponin sebanyak 30 kg/ha.

- Pemupukan awal Pemupukan merupakan salah satu bentuk masukan energi yang dimanfaatkan ikan secara tidak langsung. Pupuk organik selain merupakan sumber hara yang lengkap bagi pakan alami juga dapat memperbaiki struktur tanah. Pupuk an-organik merupakan pelengkap yang dapat menyediakan zat hara secara cepat untuk kebutuhan pakan alami. Pakan alami yang bisa ditumbuhkan di tambak sebagai pakan utama ikan bandeng adalah kelekap, yaitu kumpulan berbagai jenis jasad dasar yang komponen utamanya terdiri dari alga biru (Cyanophyceae) dan diatom (Bacillariophyceae). Tahap pertama usaha penumbuhan kelekap adalah pengeringan tanah dasar. Apabila pengeringan telah dilakukan, pupuk organik berupa kotoran ternak dengan dosis 2-3 ton/ha ditaburkan secara merata di pelataran, kemudian disusul pemupukan anorganik (buatan) berupa Urea 75-100 kg/ha, TSP 40-50 kg/ka ditaburkan secara merata di pelataran. Tambak diairi macak-macak dengan tinggi air sekitar 5 cm dan diberakan selama satu minggu. Selanjutnya dilakukan pengairan secara bertahap, hari pertama setinggi 10 cm, hari kedua 20 cm, hari ketiga 30-40 cm dan dibiarkan selama kira-kira satu minggu sampai kelekap tumbuh subur. Selanjutnya air ditambahkan lagi hingga 40-50 cm dan tambak siap ditebari benih ikan bandeng. Pada waktu pengisian air, pintu air harus dipasang saringan yang cukup rapat untuk menghindari masuknya organisme predator.

4. Penebaran Benih
- Ukuran
Benih (nener) ikan bandeng yang ditebar adalah benih yang berada dalam tahap akhir masa larva, yang secara alami dijumpai di perairan pantai dengan panjang tubuh total 10-16 mm. Apabila penebaran menggunakan benih ikan bandeng yang dihasilkan dari panti pembenihan maka benih tersebut merupakan benih yang berumur 21-25 hari.
- Padat tebar
Padat tebar yang baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 10-12 ekor/m2. Sebelum penebaran dilakukan, benih perlu diaklimatisasi terhadap kondisi lingkungan (suhu dan salinitas) medium tambak penggelondongan. Pertama sekali benih ditempatkan dalam suatu wadah, kemudian air dari tambak sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam wadah tersebut dengan selang melalui salah satu sisi wadah, sedangkan dari sisi lain air dari wadah disipon keluar dengan menggunakan selang yang dilengkapi saringan sehingga dengan demikian akhirnya kondisi suhu dan salinitas air dalam wadah menjadi sama dengan kondisi air dalam tambak. Setelah aklimatisasi benih selesai dilakukan, selanjutnya benih dapat ditebar ke tambak.

5. Pemeliharaan
- Pengelolaan air
Kegiatan rutin setelah penebaran benih adalah pengamatan untuk mempertahankan kualitas air yang baik dan tersedianya organisme pakan yang cukup di dalam tambak. Pengelolaan kualitas air ditujukan untuk memberikan kondisi media hidup yang optimal bagi pertumbuhan ikan. Selama penggelondongan harus dijaga agar salinitas dan ketinggian air selalu stabil dan ketinggian air dipertahankan 40-50 cm. Laju penguapan dan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan salinitas berubah (berfluktuasi) dan kondisi seperti ini memungkinkan dapat menghambat pertumbuhan alga dasar dan sebaliknya dapat menyuburkan pertumbuhan jenis plankton lain yang tidak diinginkan sebagai pakan alami ikan bandeng. Dalam penggelondongan nener bandeng yang baik, alga dasar tambak tumbuh dengan subur dan warna airnya yang jernih. Namun apabila jenis plankton lain yang tumbuh subur seperti protozoa, flagellata, fitoflagellata dan rotifera maka warna air akan berubah menjadi kuning atau coklat. Akibatnya kandungan oksigen dalam air menjadi semakin rendah dan akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan bandeng secara massal. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan/ penggantian air laut yang baru. Penggantian air dapat dilakukan secara gravitasi dengan pemanfaatan gerakan air pasang surut atau pompanisasi.

6. Pemupukan susulan
Setelah penebaran benih, kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan semakin berkurang sehingga perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap dapat tumbuh secara kontinuinitas. Pemupukan susulan satu sampai dua minggu sekali, hal ini tergantung dari nilai kesuburan tambak dan dimulai 2-3 minggu setelah penebaran. Pupuk susulan yang digunakan masing-masing Urea 15-25 kg/ha dan SP36 10- 15 kg/ha dan ditambah pupuk perangsang seperti Forest, Ladan, Ursal, dan lain-lain sebanyak 1 kg/ha.

7. Pengendalian hama dan penyakit
Hama di tambak dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu; predator, kompetitor, dan organisme penggangu. Predator terdiri dari burung, lingsang, reptil, ikan dan manusia. Kompetitor termasuk ikan herbivora dan beberapa jenis moluska. Organisme penggangu terdiri dari berbagai species insekta dan cacing. Cara pemberantasan hama yang lazim dilakukan di tambak adalah pengeringan dan penggunaan beberapa jenis pestisida maupun racun tanaman. Tahap pertama pemberantasan hama adalah pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain berfungsi mengoksidasi bahan organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu pemberantasan berbagai ikan liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme hama lainnya. Apabila pengeringan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh, maka pada bagian yang tergenang ditambahkan obat pemberantas hama. Untuk keperluan ini dapat digunakan Rotenon dalam bentuk akar tuba (Dheris sp) sebanyak 4-5 kg/ha. Selain itu, dapat juga digunakan Saponin dalam bentuk biji (Camelia sinensis) sebanyak 25-30 kg/ha atau nikotin dalam bentuk serbuk tembakau dengan dosis 200-500 kg/ha.

8. Lama pemeliharaan
Penggelondongan nener bandeng biasanya sudah mencapai standar ukuran 7-10 cm setelah masa pemeliharaan 40-60 hari. Ukuran ini merupakan yang tepat sebagai gelondongan untuk penebaran berikutnya baik untuk tujuan bandeng umpan maupun konsumsi.

9. Cara Panen
Pemanenan dilakukan untuk tujuan pemeliharaan berikutnya, oleh karena itu hasil panen harus dalam keadaan hidup. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi, sore atau malam hari. Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara memasukkan air baru ke dalam tambak.
Hal ini menyebabkan ikan-ikan bergerak menuju arah masuknya air dan berkumpul di dekat pintu air. Dengan menggunakan jaring, prayang atau pukat ikan-ikan digiring menuju pintu air, kemudian secara perlahan-lahan lingkaran jaring diperkecil sehinggga ikan-ikan terkurung di dekat pintu. Penangkapan pada waktu air surut dilakukan terlebih dahulu untuk mengurangi air tambak sehingga air tersisa di dalam caren sekitar 20 cm. Ikan digiring perlahan-lahan dan lingkaran diperkecil sehingga ikan dapat berkumpul dekat pintu. Ikan-ikan yang sudah terkurung perlu dibera selama 1-2 hari sebelum dipanen untuk dipindahkan. Penangkapan ikan harus dilakukan sangat hati-hati untuk mencegah kemungkinan luka-luka pada tubuh ikan dan kehilangan sisik akibat gesekan. Jika lokasi pengangkutan agak jauh, ikan perlu dipak terlebih dahulu dalam kantong plastik yang telah berisi air laut dengan kepadatan 25-50 ekor/liter sesuai ukuran ikan diberi oksigen dengan perbandingan air dan oksigen 1:1,5 atau 1:2 tergantung jarak jauh pengangkutan.


C. PEMBESARAN BANDENG
1. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan hal yang paling vital dalam pembuatan suatu tambak. Kesalahan dalam menentukan lokasi tambak akan mengakibatkan kerugian tidak hanya biaya dan tenaga tetapi juga kerugian waktu. Contoh kasus akibat kesalahan pemilihan lokasi, yaitu tidak berproduksinya suatu tambak setelah dibangun karena tidak dapat diairi, sulit mendapatkan sarana produksi atau sulit mendapatkan tenaga kerja. Lokasi pertambakan hendaknya harus baik dalam pemilihan letak lokasinya yaitu dalam pemilihan lokasinya terletak di tepi jalan dan mudah dijangkau serta tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini didukung oleh pendapat Ditjenkan (1994), bahwa pemilihan lokasi untuk pembesaran bandeng haruslah memenuhi syarat-syarat berikut ini , yaitu :
a. Segi Sosial Ekonomi
1)  Dekat dengan jalan umum, dimaksudkan untuk memudahkan dalam transportasinya sehinga dapat menghemat ongkos produksi.
2)  Dekat dengan rumah, agar mudah dalam pengawasannya.
3)  Daerah pengembangan budidaya ikan, bertujuan untuk memudahkan dalam memasarkan hasil.
4)  Keamanan terjamin, bebas dari gangguan baik gangguan dari manusia jahil atau gangguan dari hewan-hewan pengganggu.
5)  Perkembangan kota dan industri, lokasi pertambakan tidak terkena daerah pemekaran kota dan bebas dari limbah industri.
6)  Mudah mendapatkan tenaga kerja, tenaga haruslah terampil dalam mengurus ikan dan diharapakan yang menguasai teknik perikanan.

b. Segi Teknik
1) Sumber Air
Sumber air dalam kegiatan pembesaran ini harus jelas karena sumber air menjadi bagian yang vital. Penggunaan petak tandon dalam kegiatan pembesaran ini sangat diperlukan sebagai wadah penyuplaian air hujan.

2) Penyediaan Nener
Benih bandeng dalam setiap pertumbuhannya mempunyai ukuran yang berbeda. Hal inilah yang membuat para pengumpul/pedagang memberi nama pada setaip ukuran benih untuk mempermudah penjualannya ke konsumen. Berikut nama-nama benih beserta ukurannya menurut Ismail et al.,(1998), yaitu : a. Telur : berdiameter 1,10 – 2,25 mm b. Larva : telur yang baru menetas sampai berumur 30 hari. c. Nener : benih dengan ukuran 1 – 1,5 cm. d. Se asem : benih dengan ukuran 2 – 3 cm. e. Segilang : benih dengan ukuran 4 – 5 cm. f. Sogok : benih dengan ukuran 5 – 7,5 cm. g. Fingerling : benih dengan ukuran 12 - 13 cm, sering disebut juga gelondongan muda atau yuwana.

Nener yang akan digunakan dalam setiap kegiatan budidaya menurut Ditjenkan (1991), merupakan nener yang sehat dan mempunyai kiteria, sebagai berikut : a. Mempunyai kebiasaan berenang bergerombol menuju satu arah mengikuti arah jarum jam atau sebaliknya. b. Memiliki daya renang yang lebih lincah/agresif. Gerakan lamban atau tidak teratur menandakan bahwa nener tersebut kurang sehat. c. Cepat mengadakan reaksi apabila ada kegiatan pada wadah pengangkutannya. Reaksi yang lamban menandakan nener kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi pengangkutan yang terlalu lama atau kurang tersedianya pakan.


3) Persiapan Pembesaran 

Pembagian Petak Tambak
Bandeng dalam pertumbuhannya mempunyai tahapan-tahapan, dimana tahapan tersebut dibagi dalam beberapa petakan yang berbeda, yaitu :
a. Petak Pendederan (nursery pond)
Luas petakan untuk pendederan adalah 600 m2 dengan bentuk segi panjang dan berdinding beton. Petak ini berfungsi untuk membesarkan atau merawat nener selama 30 hari (Hadie dan Supriatna, 2000). Pemeliharaan selama di petak pendederan, nener mendapatkan makanan dari klekap yang tumbuh dipetak tersebut dan salah satu proses penumbuhan pakan alami yang sangat vital adalah pengeringan. Pengeringan tanah merupakan kunci keberhasilan dalam penumbuhan pakan alami atau klekap, apabila tanah sudah terlihat retak-retak atau saat kita berjalan di atas tanah tersebut, tanah akan turun 2 cm maka pengeringan sudah dianggap cukup. Selanjutnya adalah pengisian air secara bertahap dengan kedalaman air 10 cm yang dilanjutkan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik, yaitu : urea sebanyak 0,5 g/m2 dan NPK 20 g/m2. Setelah pertumbuhan klekap dianggap cukup pengisian air berikutnya dinaikkan menjadi 40 cm. Padat penebaran nener pada petak pendederan ini, yaitu 50 ekor/m2. Selama waktu pemeliharaan 30 hari, nener telah tumbuh dan panjangnya mencapai ± 5 – 8 cm, berat 1,85 g/ekor dan siap ditebarkan ke dalam petak penggelondongan (buyaran).

b. Petak Penggelondongan (transition/fingerling pond)
Berbeda dengan petak pendederan maka petak penggelondongan ini lebih luas dan lebih dalam. Luas petak yang digunakan yaitu 1.000 m2 dengan ketingian air 70 cm. Petak penggelondongan ini menurut Hadie dan Supriatna (2000), fungsinya adalah sebagai tempat membesarkan nener hasil dari petak pendederan sampai tumbuh menjadi gelondongan dengan ukuran 16 cm yang dicapai selama waktu pemeliharaan 30 hari. Padat penebaran nener pada petak ini lebih kecil dari petak pendederan, yaitu 5 ekor/ m2. Nener pun mulai diberikan pakan buatan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, adapun pakan yang digunakan untuk nener dalam penggelondongan ini adalah dengan ukuran diameter pellet 3,3 mm. Proses pemindahan gelondongan dilakukan dengan cara menjaring ikan ke salah satu sudut kolam menggunakan waring, kemudian gelondongan muda ini dimasukkan ke dalam hapa lalu dihitung jumlahnya. Selanjutnya di lakukan pengangkutan dengan menggunakan kantong plastik yang telah diisi air. Tahap berikutnya adalah penebaran gelondongan ke dalam petak pembesaran (rearing pond) melalui proses aklimatisasi.
c. Petak Pembesaran (rearing pond)
Luas petakan yang digunakan 2.000 m2 dengan padat tebar 5 ekor/m2 sehingga jumlah gelondongan yang tebar sebanyak 10.000 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan Yakob (1998), bahwa luas petakan sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dan berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang merupakan bentuk ideal karena memudahkan pada saat menggerakkan alat panen (Idel dan Wibowo, 1996). Petak pembesaran ini fungsinya hampir sama dengan fungsi petak penggelondongan dan menurut Hadie dan Supriatna (2000), petak pembesaran merupakan tempat terakhir pemeliharaan ikan untuk menjadi ukuran konsumsi. Pakan yang diberikan pakan untuk nener di petak pembesaran ini pakannya berupa pakan buatan sama seperti pakan yang digunakan pada nener di petak penggelondongan.

Persiapan Tambak
Sebelum dilakukan kegiatan pemeliharaan, tambak yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan tambak dilakukan untuk membuang sisa bahan beracun dan bibit penyakit. Kegiatan selama proses persiapan tambak ini antara lain, yaitu : pengeringan atau pengurasan tambak, perbaikan pematang, pengapuran dan pemupukan serta pengisian air yang dilakukan secara bertahap.
Air diisi secara bertahap dengan tujuan agar kotoran yang terbawa masuk ke dalam tambak bisa diendapkan terlebih dahulu dan untuk menstabilkan suhu air di dalam tambak. Sehingga saat nener dimasukkan suhu air tambak sudah stabil. Waktu yang biasanya dibutuhkan dalam mempersiapkan tambak yaitu selama kurang lebih 14 hari.

Penebaran Benih
Penebaran gelondongan dilakukan pada pagi hari saat suhu masih rendah untuk menghindari agar ikan tidak mengalami stress dan dapat menekan tingkat mortalitas. Suhu air tambak pada saat penebaran adalah 27 0C dengan nilai pH 6,8 dan salinitasnya 10 ppt. Hal yang harus diperhatikan sebelum penebaran adalah kesehatan dan vitalitasnya. Penebaran gelondongan ini melalui proses aklimatisasi (Ditjenkan, 1994) yang meliputi suhu, salinitas dan pH. Ukuran gelondongan pada saat ditebar yaitu 40 g/ekor dan panjangnya 16 cm dengan jumlah penebaran 10.000 ekor. Aklimatisasi suhu dilakukan dengan cara mengapungkan kantong plastik dipermukaan air selama kurang lebih 15 menit atau sampai permukaan dalam plastik mengembun, sedangkan aklimatisasi terhadap peubah lingkungan dilakukan dengan memasukkan air sedikit demi sedikit sampai ikan keluar dari kantong plastik dengan sendirinya . Selain waktu dan cara penebaran, hal lain yang harus diperhatikan adalah padat penebaran. Padat penebaran harus disesuaikan dengan daya dukung lahan (carrying capacity). Sebelum penebaran jumlah gelondongan yang akan ditebar dihitung jumlahnya. Padat tebar gelondongan pada petak pembesaran ini adalah 5 ekor/m2. Padat penebaran ini sesuai dengan pendapat William et al., (1987) dalam Mayunar (2002), bahwa dengan padat penebaran tinggi akan meningkatkan resiko kematian dan memperlambat pertumbuhan bobot individu. Selain itu, akan terjadi kompetisi terhadap kebutuhan makanan, ruang gerak, dan kondisi lingkungan.

Pakan
Pakan berfungsi sebagai sumber energi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan. Melalui proses metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk melakukan aktivitasnya. Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan secara utuh sehingga pakan tidak ada yang terbuang. Berikut ini akan diuraikan mengenai pakan yang diberikan selama pemeliharaan pembesaran bandeng, yaitu :
a). Penambahan Suplemen
Makanan tambahan (suplemen) yang lebih dikenal dengan istilah probiotik menurut Fuller (1987) dalam Irianto (2003), berupa sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora mikroba intestinalnya. Pemberian suplemen atau feed additive ke dalam pakan ikan sebagai mediumnya mempunyai manfaat, antara lain : meningkatkan dan menyehatkan fungsi pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, dapat meningkatkan immunitas ikan terhadap pathogen, mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan nafsu makan ikan. Suplemen yang digunakan selama pemeliharaan yaitu suplemen yang mengandung mikrobia pencernaan, herba obat terpilih, nutrisi esensial, vitamin, dan mineral yang berfungsi dalam mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Prinsip kerjanya sendiri menurut Feliatra et al., (2004), adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan yang diberikan. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki mikroba untuk memecah ikatan tersebut. Enzim tersebut biasanya tidak dimiliki oleh ikan dan makhluk air lainnya. Kalaupun ada kualitas dan kuantitasnya sangatlah terbatas. Pemecahan molekul-molekul kompleks ini menjadi molekul sederhana jelas akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan oleh saluran pencernaan ikan. Penambahan suplemen ini dimaksudkan sebagai pembanding antara bandeng yang diberi suplemen (dengan perlakuan) dan bandeng yang tidak diberi suplemen (tanpa perlakuan). Suplemen yang diberikan mulai dilakukan sejak penebaran nener hingga menjelang panen, dengan cara mencampurkannya ke dalam pakan ikan (pellet). Suplemen yang digunakan berbentuk cairan dan sebelum diberikan pakan dihitung terlebih dahulu jumlahnya. Dosis pemberian suplemen untuk 1 kg pakan sebanyak 20 ml dan diberikan pada saat pemberian pakan terbanyak, yaitu pada siang hari. Penggunaan suplemen ini sangat disarankan pada kolam/tambak dengan kepadatan tinggi.

b). Jenis Pakan
a. Pakan Buatan.
Pakan buatan yang diberikan adalah jenis pakan pellet terapung. ukuran diameter pelletnya 3,3 mm. Komposisi nutrisi pakannya ialah sebagai berikut : protein 19 – 22 % ; kadar air (max) 10 % ; lemak (min) 5 % ; serat kasar (max) 8 % dan kadar abu (max) 15 %. Bentuk pellet yang mudah hancur, tidak cepat tenggelam, mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan dan tidak berbau tengik merupakan ciri pakan yang disukai ikan menurut Ahmad et al., (1999). Pemberian pakan pellet disebar pada satu tempat untuk mempermudah dalam pengontrollan pakannya. Selanjutnya ikan akan memakan makanannya melalui proses metabolisme dan dicerna. Semua pakan yang dicerna akan diserap oleh tubuh. Adanya penyerapan energi ini akan mengubah komposisi tubuh ikan yang dapat menunjukkan adanya pertumbuhan. Sedangkan pakan yang tidak termakan atau sisa dari proses metabolisme akan dikeluarkan melaui insang dan ginjal dalam bentuk ammonia, urine, dan bahan buangan lainnya. Pemberian pakan yang tidak tepat baik dari kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di dasar tambak. Hal ini akan mengakibatkan pembusukan bahan organik di dasar tambak dan akibatnya tambak tercemar, sampai pada batas waktu tertentu daya dukung tambak semakin berkurang, pada akhirnya mengakibatkan timbulnya gas beracun dan ini akan memicu terganggunya kehidupan ikan bahkan dapat mengakibatkan kematian massal

c). Frekuensi Pakan
Pakan buatan dalam budidaya intensif sangat diperlukan karena pakan ini menjadi pakan utama bagi bandeng dan membantu proses pertumbuhannya. Peningkatan pakan yang dikonsumsi ikan selalu diikuti secara proposional dengan peningkatan laju metabolisme harian sehingga berakibat terjadinya peningkatan pertumbuhan ikan. Pemberian pakan sebanyak 5 % diberikan pada 2 minggu pertama sedangkan untuk 6 minggu berikutnya pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari biomassa ikan, penentuan jumlah pakan ini juga selalu diikuti dengan monitoring biomassa ikan setiap satu minggu sekali. Frekuensi pemberian pakan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari pukul 08.00, siang pukul 12.00 dan sore pukul 16.00 WIB. Aktivitas pemberian pakan semuanya dilakukan pada siang hari, seperti yang dianjurkan oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya bahwa gelondongan bandeng lebih banyak makan pada siang hari daripada malam hari. Pakan membutuhkan waktu 27 – 50 menit untuk melewati usus pada stadium gelondongan 60 g.

d). Konversi Pakan
Salah satu faktor yang menunjukkan tumbuhnya bandeng adalah efektivitas dan efisiensi pakan yang digunakan. Konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara pakan yang digunakan dengan daging ikan yang dihasilkan. Rasio konversi pakan menunjukkan kecenderungan bahwa makin besar ukuran ikan yang ditebar, makin kecil nilai konversi pakan yang dihasilkan dan kaitannya pula dengan lamanya periode pemeliharaan. Perbedaan percepatan pertumbuhan yang ditunjukkan dari dua perlakuan yang dilakukan terlihat dari nilai konversi pakannya. Selain itu, konversi pakan sangat berhubungan dengan jumlah dan kualitas pakan yang diberikan. Makin baik kualitas pakan yang digunakan, makin efisien penggunaan pakannya berarti konversi pakan yang dihasilkan makin kecil. Selama kegiatan pembesaran bandeng, nilai konversi yang didapat pada bandeng dengan perlakuan penambahan suplemen dan probiotik, yaitu 0,89 dengan jumlah total pakan yang digunakan sebanyak 2.238,4 kg. Sedangkan pada bandeng tanpa perlakuan jumlah total penggunaan pakannya sebanyak 1.379,84 kg dengan nilai konversi pakan sebesar 1,15. Salah satu faktor pendukung kecilnya nilai konversi pakan yang dihasilkan oleh bandeng dengan perlakuan dikarenakan bandeng yang mendapat tambahan suplemen, fungsi pencernaannya lebih mampu menyerap nutrisi pakan secara maksimal sehingga pakannya menjadi lebih efisien walaupun jumlah pakan hariannya semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2004), dalam pernyataannya bahwa semakin besar ukuran ikan maka feeding rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin besar. Jumlah penggunaan pakan pada kedua perlakuan ini setiap minggunya mengalami peningkatan sesuai dengan hasil perhitungan sampling bandeng, yaitu dari hasil penghitungan biomassa dikali feeding rate. Selama masa pemeliharaan bandeng, kisaran feeding rate atau persentase jumlah pakan yang digunakan berkisar antara 3 – 5 %. Pemberian pakan 5 % diberikan pada dua minggu pertama dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali dalam satu hari, yaitu pukul 06.00, pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 18.00. Persentase pakan ini kemudian diturunkan menjadi 3 % pada minggu ketiga sampai minggu terakhir pemeliharaan atau minggu kedelapan. Frekuensinya pun menjadi tiga kali dalam satu hari, yaitu pukul 08.00, pukul 12.00 dan pukul 16.00. Persentase pemberian pakan ini sesuai dengan pendapat Ahmad et al., (1999), bahwa kisaran jumlah pakan 3 – 4 % dari bobot biomassa terbukti paling menguntungkan jika frekuensi pemberian pakannya benar.

4. Monitoring Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bandeng selama pemeliharaan dan juga untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya. Monitoring laju pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling dan selama waktu pemeliharaan sampling dilakukan setiap minggu. Cara sampling pada budidaya bandeng ini dilakukan dengan cara menjaring ikan menggunakan jala. Selanjutnya ikan yang tertangkap ke dalam jala diambil kemudian dihitung berat dan panjangnya.

a. Laju Pertumbuhan
Berdasarkan pertumbuhan berat rata-rata harian atau Average Daily Growth (ADG), didapatkan laju pertumbuhan sebesar 3,82 g/hari pada bandeng dengan perlakuan. Hal ini berbeda dengan bandeng tanpa perlakuan yang laju pertumbuhan hariannya lebih kecil, yaitu 1,45 g/hari. Bandeng dengan perlakuan mempunyai nilai laju pertumbuhan yang lebih besar karena adanya penambahan suplemen pada pakan ikan (pellet). Suplemen pakan ini bermanfaat dalam meningkatkan fungsi pencernaan ikan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, nafsu makan ikan pun bertambah dan akhirnya pertumbuhan ikan akan berjalan lebih cepat. Nilai ini didapatkan dari hasil sampling setiap minggunya. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan hasil sampling pertumbuhan bandeng. Ukuran berat penebaran, padat penebaran, luas tambak dan masa pemeliharaan yang sama, yaitu 55 hari bandeng dengan perlakuan mampu mencapai berat 250 g/ekor panjang 29,5 cm sedangkan bandeng tanpa perlakuan beratnya hanya mencapai 120 g/ekor dan panjangnya 23 cm.
Hasil perhitungan laju pertumbuhan harian dalam persen juga menunjukkan perbedaan antara bandeng dengan perlakuan dan tanpa perlakuan. Bandeng dengan perlakuan mempunyai persentase laju pertumbuhan harian sebesar 3,32 % / hari. Namun, laju pertumbuhan harian bandeng tanpa perlakuan menunjukkan persentase yang lebih kecil, yaitu 2,02 % / hari.

b. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup atau survival rate (SR) diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan bandeng pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi, 1979) dan hasilnya adalah sebagai berikut :

- Bandeng dengan perlakuan
- Bandeng tanpa perlakuan

SR
   9.990 ekor
= --------------x 100 %

SR
   9.980 ekor
= ---------------x 100 %

   10.000 ekor

  10.000 ekor

= 99,9 %

= 99,8 %

Tingkat kelangsungan hidup pada bandeng tanpa perlakuan sedikit lebih kecil, yaitu 99,8 % daripada bandeng dengan perlakuan yang kelangsungan hidupnya mencapai 99,9 %.

5. Pengelolaan Kualitas Air
Salah satu faktor penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu dilakukan pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan pada media air dan apabila terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya. Kualitas air untuk budi daya bandeng haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada beberapa variabel penting yang berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain berkaitan pada :
a). Parameter Kimia
Kandungan oksigen dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala teknis sehingga parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan salinitas.
a. Derajat Keasaman (pH)
Pengamatan pH selama pemeliharaan berkisar antara 6,8 - 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan bandeng. Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002), pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 dan kisaran ini merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai tersebut maka pertumbuhan ikan bisa terhambat. Kisaran pH dibawah 4,5 atau di atas 10 menurut Buttner et al., (1993), dapat menyebabkan kematian pada ikan.

b. Salinitas
Hidup pada kisaran salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 ppt merupakan salah satu ciri khas ikan bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 – 10 ppt. Daya toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail dan Pratiwi (2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk tetap bertahan hidup. Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung di bawah 10 ppt atau di saat kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt tetap bisa memelihara bandeng karena sifatnya yang euryhaline.

b). Parameter Fisika
a. Suhu Salah satu parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam pertumbuhannya karena suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal (Purnmawati, 2002). Hal ini didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002), bahwa suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena ikan-ikan tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut.

c). Aplikasi Probiotik
Salah satu langkah alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini menurut http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi biokontrol melalui berbagai mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat. Selain itu, muncul kekhawatiran aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom pathogen. Penggunaan probiotik ini dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut melalui proses fermentasi. Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang terkandung dalam probiotik (Activator), meningkatkan jumlah kandungan mikrobia (Booster), mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan probiotik mempunyai manfaat, sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama plankton yang menguntungkan, menjaga kestabilan parameter kualitas air pada kondisi optimum, menekan mikrobia merugikan (pathogen) dengan meningkatkan dominasi mikrobia menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. probiotik mengandung Nitrosomonas sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah (pembentukan humus). Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan dilakukan setiap satu minggu sekali.

6. Penanganan Hama dan Penyakit
Salah satu penyebab kematian ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit pada ikan bandeng menurut Ismail et al., (1998) memang jarang ditemukan terutama serangan penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Namun, langkah pencegahan tetap harus dilakukan apabila telah terlihat tanda-tanda penyakit pada ikan agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar. Timbulnya penyakit pada bandeng dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan plankton dan ganggang pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak seperti yang dinyatakan Ismail et al., (1998). Hama merupakan hal yang harus diwaspadai selama pemeliharaan bandeng karena selain dapat menurunkan jumlah produksi juga dapat merusak ekologi tambak. Kepiting (Scylla serrata) dan ketam (Branchiura) adalah jenis hama perusak yang sering dijumpai di tambak. Hama-hama perusak ini memang jumlahnya tidak terlalu banyak dan untuk mengatasinya dapat diambil secara manual. Selain hama perusak menurut Ismail et al., (1998) terdapat pula hama pemangsa yang sering ditemui, yaitu : ulat kadut (Archroodus granularus), burung kuntul (Anhinga rafa melanogaster), dan burung pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemasangan plastik yang diberi tiang seperti bendera dan tali nilon yang dibentangkan di atas petakan. Pengusiran secara mannual juga dapat dilakukan untuk mengatasinya.

7. Panen
Secara umum pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang dilakukan setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Menurut Jangkaru (1995), panen dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya, pemanenan hanya dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai dengan permintaan pasar. Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian untuk menangkap ikan digunakan jaring arad dan jaring insang. Panen selektif juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat dipelihara kembali dan kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang. Benih yang ditebar di petak pembesaran menurut Ahmad dan Yakob (1998), sebaiknya menggunakan gelondongan muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan lingkungan tambak. Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang dihasilkan dapat mencapai 80 – 90 % dengan kualitas air yang optimal.


KEPUSTAKAAN

Ahmad, T dan M. J. R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali.
_________., E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
Atmomarsono, M dan V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng di Indonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.
Buttner, J. K., R. W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistry in Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center. University of Massachusetts Dartmouth. Massachusetts.
Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang dan Bandeng. Direktorat Bina Produksi. Jakarta.
________________________. 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
________________________. 1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.
Djamin, Z. 1990. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray. Bogor.
Effendi, I. 2004 . Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Feliatra., I. Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.
Hadie, W dan J. Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta.
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Idel, A dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press. Surabaya.
Ismail, A., Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan dan Bandeng Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali.
Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Martosudarmo, B., E. Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanos chanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.
Mayunar. 2002. Budidaya Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular pada Berbagai Tingkat Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.
Mudjiman, A. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.
Rangkuti, F. 2000. Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Schmittou, H. R. 1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. Fiseries Research and Development Center.
Susanto, Heru. 2003. Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.
Wardana, I dan E. Pratiwi. 2002. Pengembangan Budidaya Bandeng Disesuaikan dengan Tipe Lahan yang Tersedia (Laut, Tambak dan Tawar). Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.

2 komentar:

  1. Raih Kemenangan Besar Anda Disitus MARIO QQ, Hanya Dengan Modal Rp.10.000 Anda Bisa Menangkan Jackpot Jutaan Rupiah Setiap Harinya !!!

    ✅ BONUS TURN OVER 0.3%
    ✅ BONUS REFFERAL 15%
    ✅ WIN RATE GAME 96,9%
    ✅ 100% PLAYER Vs PLAYER ( NO ROBOT & ADMIN )
    ✅ Minimal Deposit Bank : Rp.10.000 (BCA MANDIRI BNI BRI DANAMON)
    ✅ Minimal Deposit Pulsa : Rp.10.000
    ✅ Support E-Cash : GOPAY , DANA , OVO , LINK

    Berapapun Kemenangan Bosku Pasti Akan Kami Bayar dan Kita Proses Dengan Cepat !!!
    Hanya Disitus MARIO QQ Yang Memberikan JACKPOT dan BONUS TURN OVER Yang FANTASTIS Loh !!! Ayo Tunggu Apalagi Buruan Daftarkan dan Mainkan
    Langsung Disitus Resmi MARIO QQ Dibawah Ini melalui :
    WHATSAPP +62 821-4331-1663

    Link Alternatif :
    - www.qmario. com
    - www.qmario. net

    BalasHapus
  2. Raih Kemenangan Besar Anda Disitus MARIO QQ, Hanya Dengan Modal Rp.10.000 Anda Bisa Menangkan Jackpot Jutaan Rupiah Setiap Harinya !!!

    ✅ BONUS TURN OVER 0.3%
    ✅ BONUS REFFERAL 15%
    ✅ WIN RATE GAME 96,9%
    ✅ 100% PLAYER Vs PLAYER ( NO ROBOT & ADMIN )
    ✅ Minimal Deposit Bank : Rp.10.000 (BCA MANDIRI BNI BRI DANAMON)
    ✅ Minimal Deposit Pulsa : Rp.10.000
    ✅ Support E-Cash : GOPAY , DANA , OVO , LINK

    Berapapun Kemenangan Bosku Pasti Akan Kami Bayar dan Kita Proses Dengan Cepat !!!
    Hanya Disitus MARIO QQ Yang Memberikan JACKPOT dan BONUS TURN OVER Yang FANTASTIS Loh !!! Ayo Tunggu Apalagi Buruan Daftarkan dan Mainkan
    Langsung Disitus Resmi MARIO QQ Dibawah Ini melalui :
    WHATSAPP +62 821-4331-1663

    Link Alternatif :
    - www.marioqq88. org

    BalasHapus