A. MENGENAL IKAN LELE
1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele
Lokal (Clarias batrachus)
Ikan Lele (Clarias) adalah marga
(genus) ikan yang hidup di air tawar. Ikan ini mempunyai ciri-ciri khas dengan
tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang serta memiliki sejenis kumis yang
panjang, mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Ikan ini sebenarnya terdiri atas
berbagai jenis (spesies).
Sedikitnya terdapat 55 spesies
(jenis) ikan lele di seluruh dunia. Jenis ikan yang digunakan adalah lele lokal
yang merupakan lele asli di perairan umum Indonesia. Lele lokal sudah
dibudidayakan sejak tahun 1975 di Blitar, Jawa Timur. Daging lele lokal sangat
gurih dan renyah karena tidak mengandung banyak lemak. Morfologi ikan lele
adalah bagian kepalanya pipih ke bawah (depressed), bagian tengahnya
membulat dan bagian belakang pipih ke samping (compressed) serta
dilindungi oleh lempengan keras berupa tulang kepala.
Tubuh ikan lele memanjang silindris
serta tidak mempunyai sisik, namun tetap licin jika dipegang karena adanya
lapisan lendir (mucus) (Santoso, 1994). Siripnya terdiri atas lima jenis
yaitu sirip dada (dorsal), sirip punggung (pectoral), sirip perut
(ventral), sirip dubur (anal) dan sirip ekor (caudal).
Kepala bagian atas dan bawah tertutup
oleh tulang pelat. Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga diatas insang.
Disinilah terdapat alat pernapasan tambahan yang tergabung dengan busur insang
kedua dan keempat. Sirip dadanya dilengkapi dengan sepasang duri yang bisa
disebut patil. Patil lele lokal tidak begitu kuat dan tidak beracun seperti
lele jenis lainnya termasuk lele dumbo. Selain digunakan sebagai alat
pergerakan di dalam air, patil juga dipakai untuk merayap di tempat yang tidak
berair dan digunakan sebagai senjata unuk melindungi diri bila ada gangguan
(Najiyati, 1992; Djatmika dan Rusdi, 1996).
Lele lokal, seperti jenis lele
lainnya, mempunyai insang yang kecil sehingga kurang efektif digunakan untuk
bernapas dan memenuhi kebutuhan oksigennya di dalam perairan (Najiyati, 1992).
Untuk itu, lele dilengkapi dengan alat pernapasan tambahan pada lembar insang
kedua dan keempat berupa modifikasi insang berbentuk bunga yang disebut arborescent
organ yang memungkinkan lele untuk mengambil oksigen langsung dari udara.
Karena itulah, lele dapat hidup pada lingkungan perairan dengan kadar oksigen
rendah dan kadar CO2 tinggi (Susanto, 1989 ; Suyanto, 1992). Karena sifatnya
itu pula, lele dapat hidup pada perairan tenang yang keruh seperti waduk,
danau, rawa dan genangan air lainnya (Najiyati, 1992).
Menurut Najiyati (1992) pula, ikan
lele bersifat nokturnal atau mencari makan pada malam hari. Pada siang hari,
ikan ini memilih berdiam diri dan berlindung di tempat yang gelap. Ikan lele
temasuk ikan omnivora cenderung carnivora. Di alam bebas, makanan alami ikan
lele terdiri dari jasad-jasad renik seperti zooplankton dan fitoplankton, anak
ikan dan sisa bahan organik yang masih segar. Pada Gambar 1 dapat dilihat
bentuk dari ikan lele lokal.
Menurut Sanin (1984) dalam Rustidja
(1997) klasifikasi ikan lele lokal adalah sebagai berikut:
Phylum
: Vertebrata
Class
: Pisces
Sub
Class : Teleostei
Ordo
: Ostariophysoidei
Sub
Ordo : Siluroidea
Family : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias batrachus
2.
Klasifikasi Morfologi Lele Dumbo
Ciri khusus Lele Dumbo adalah bentuk
badan memanjang, mulut lebar, jumlah sungut delapan, lima buah sirip dan patil
atau taji yang tidak beracun. Menurut Saanin dalam La Cepède ( 1803 ),
klasifikasi ikan Lele dumbo sebagai berikut:
Kindom : Animalia
Fillum : Chordata
Sub Fillum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo :
Siluriformes
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Sejak tahun 1986 telah diimpor jenis
lele baru dari Taiwan. Lele ini kemudian diperoleh dengan sebutan “ Lele Dumbo“
atau bahasa ilmiahnya disebut Clarias fuscus. Menurut keterangan
importirnya, lele dumbo merupakan hasil kawin silang antara betina lele Clarias
fuscus yang asli taiwan dengan pejantan Clarias mossambicus ( dengan
nama sinonim Clarias gariepinus ) yang berasal dari Afrika dan
pertumbuhannya tergolong cepat (Djatmiko, 1986).
B. POTENSI DAN DISTRIBUSI IKAN LELE
Ikan lele merupakan salah satu hasil
peternakan yang kaya akan gizi. Ikan lele (Clarias spp.) merupakan ikan
air tawar yang dapat hidup di tempat-tempat kritis, seperti rawa, sungai,
sawah, kolam ikan yang subur, kolam ikan yang keruh, dan tempat berlumpur yang
kekurangan oksigen.
Hal ini dimungkinkan karena ikan lele
mempunyai alat pernapasan tambahan, yakni arborecent. Ikan lele dapat
pula dipelihara di tambak air payau asal kadar garamnya tidak terlalu tinggi
Ikan lele termasuk dalam famili Claridae dan sering juga disebut mud fish atau
cat fish. Di Indonesia, ikan lele dikenal dengan beberapa nama daerah,
seperti ikan maut (Sumatera Utara dan Aceh), keling (Sulawesi Selatan), dan
cepi (Bugis).
Penyebaran lele di Indonesia meliputi
Jawa, Sumatera, Bangka, Belitung, Kalimantan, Singkep, dan Sulawesi. Di
Indonesia, terdapat lima jenis ikan lele lokal yang sangat terkenal, yakni Clarias
batrachus L (lele, kalang, maut, cepa), Clarias leiacanthus Blkr
(keli, penang), Clarias nieuhofi CV (lindim, lembat, kaleh), Clarias
melanoderma Blkr (duri, wais, wiru), dan Clarias teysmani Blkr (lele
kembang, kalang putih). Di antara kelima jenis ini, hanya Clarias batrachus L.
yang paling sering dijumpai dan dipelihara karena rasa dagingnya yang sangat
lezat.
Pada tahun 1980-an, masuklah varietas
lele baru yang dikenal sebagai ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang
berasal dari Afrika. Lele dumbo memiliki ukuran yang besar, sehingga dikenal
sebagai king cat fish. Ikan lele ini merupakan hasil kawin silang antara
induk betina asli jenis Taiwan (C.fuscus) dan induk jantan asal Kenya,
Afrika (C.mosambicus) (Suyanto, 2002).
Selain itu, dari segi rasa, ikan lele
dumbo lebih unggul daripada lele lokal. Meski demikian, beberapa orang masih
tetap fanatik dengan lele lokal karena beberapa alasan tertentu.
Ikan lele dumbo mempunyai habitat
asli di peraian rawa-rawa di Afrika tengah (Viveen dalam Aan, 2003). Ikan lele
merupakan jenis ikan lele pemakan dasar kolam (bottom feeder) dan lebih
banyak menempati dasar kolam (Wiadnya, 1988). Ikan lele dumbo mempunyai
pernafasan tambahan yang disebut arborescent organ. Alat tersebut memungkinkan
ikan lele dumbo dapat dipelihara pada kondisi oksigen yang sangat rendah, yaitu
0-3 ppm (Viveen dalam Aan, 2003).
Ikan lele dumbo ini hidup di air
tawar dan relatif tahan terhadap kondisi air yang menurut ukuran kehidupan ikan
dinilai kurang baik. Lele juga dapat hidup dengan padatan penebaran tinggi
maupun pada kolam yang kadar oksigenya rendah karena lele mempunyai alat
pernapasan tambahan berupa labirin. ikan lele dumbo juga mempunyai sifat yang
unggul, yaitu dapat tumbuh lebih pesat dan mencapai ukuran besar dalam waktu
lebih cepat dibandingkan lele lokal. Karena cepat tumbuh dan badannya gemuk
itulah maka dinamai “lele jumbo“ yang kemudian terkenal sebagai “ lele dumbo” (
Hernowo, 2002 ).
Ikan lele termasuk jenis ikan lele
pemakan segalanya. Ikan lele aktif mencari mangsanya pada saat lingkungan dalam
keadaan gelap, khususnya pada malam hari. Ikan lele lebih senang hidup pada
aliran air yang tenang dimana aliran airnya tidak terlalu deras (Suyanto,
1986). Viveen dalam Aan (2003) menambahkan bahwa ikan lele mampu hidup dalam
lumpur bahkan kadang mampu berjalan di darat dalam rangka mencari makanan atau
perlindungan.
Ikan lele ini pertumbuhan badannya
cukup cepat baik panjang maupun beratnya, yakni mencapai empat kali lipat jika
dibandingkan dengan ikan lele lokal. Sebagai perbandingan, lele dumbo dalam
waktu 5-6 bulan mampu mencapai berat 40-50 gram/ekor. Ciri khusus adalah bentuk
badan memanjang, mencapai berat 40-50 gram/ekor.
C. MANFAAT IKAN LELE
Berikut merupakan beberapa manfaat
dari ikan lele :
1) Sebagai bahan makanan.
2) Ikan lele yang dipelihara di sawah
dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, karena
merupakan salah satu makanan alami ikan lele.
3) Ikan lele juga dapat diramu dengan
berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit asma, menstruasi (datang
bulan) tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah dan lain-lain.
4) Keunggulan ikan lele dibandingkan
dengan produk hewani lainnya adalah kaya akan Leusin dan Lisin.
5) Selain peranan yang menguntungkan
ikan lele juga dapat memiliki peranan yang merugikan bagi manusia. Peranan yang
merugikan tersebut diantaranya : Pada ikan lele yang masih muda patilnya
mengandung racun, sedangkan pada ikan lele yang agak tua racunya agak berkurang.
Ikan lele juga dapat memakan ikan-ikan lainya atau sebagai predator.
D. KANDUNGAN GIZI DAGING IKAN LELE
Dilihat dari komposisi gizinya ikan
lele juga kaya fosfor. Nilai fosfor pada ikan lele lebih tinggi dari pada nilai
fosfor pada telur yang hanya 100 mg. Keunggulan lain dari ikan lele
dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah kaya akan Leusin dan Lisin.
Leusin (C6H13NO2) merupakan asam amino esensial yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan anak-anak dan menjaga keseimbangan nitrogen.
Leusin juga berguna untuk perombakan
dan pembentukan protein otot. Sedangkan Lisin merupakan salah satu dari 9 asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin
termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan sekali dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Asam amino ini sangat berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan tulang pada anak, membantu penyerapan kalsium dan
menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dan memelihara masa tubuh anak agar
tidak terlalu berlemak. Lisin juga dibutuhkan untuk menghasilkan antibody,
hormon, enzim, dan pembentukan kolagen, disamping perbaikan jaringan. Tidak
kalah pentingnya, lisin bisa melindungi anak dari virus herpes.
Menurut beberapa penelitian yang
telah dilakukan, ikan lele lokal memiliki komposisi kimia seperti tercantum
pada Tabel 1. Sedangkang ikan lele dumbo memiliki kandungan giji seperi
tercantum pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Ikan
Lele lokal (Clarias batrachus) tiap 100g.
Komponen
|
Jumlah
|
Protein (g)
|
18,2
|
Lemak (g)
|
2,2
|
Karbohidrat
(g)
|
-
|
Mineral (g)
|
1,5
|
Kalsium (mg)
|
34
|
Fosfor (mg)
|
116
|
Besi (mg)
|
0,2
|
Vitamin A
(mg)
|
85
|
Vitamin B
(mg)
|
0,1
|
Air (g)
|
78,1
|
Energi
(kkal)
|
93
|
Sumber : Nio Oey Kam (1992) yang
diacu dalam Suprapti (2001)
Tabel 2. Kandungan Gizi Daging Ikan
Lele Dumbo per 100 gram.
Komponen
|
Jumlah
|
Protein
|
17g
|
Lemak
|
4,5
|
Kalsium (mg)
|
20,0 mg
|
Fosfor (mg)
|
200,0 mg
|
Besi (mg)
|
1,6 mg
|
Vitamin A
(si)
|
150 mg
|
Vitamin B
(mg)
|
0,05 mg
|
Air (mg)
|
7,6 mg
|
Energy (kal)
|
113 kal
|
Sumber: Mudjiman (1984)
A. Penanganan Pasca
Panen
Seperti ikan air tawar lainnya ,biasanya
ikan lele konsumsi dijual dalam keadaan hidup. Adakalanya ikan konsumsi ini
akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Oleh karena itu
penanganan pasca panen termasuk cara pengangkutan sangat perlu diperhatikan.
Sistem pengangkutan ikan lele dapat
dilakukan dengan dua cara, yakni secara terbuka dan secara tertutup. Pengangkutan
secara terbuka umumnya untuk ikan lele berukuran besar yang siap di konsumsi.
Alat yang digunakan adalah tong plastik atau bak yang terbuat dari fiber glass.
Tong plastik yang digunakan harus
disesuaikan dengan jumlah lele yang akan diangkut dan sarana pengangkutan yang
tersedia. Sebelum diangkut, lele diberok atau dipuasakan selama 1 hari dengan
cara disimpan pada air yang mengalir agar tubuhnya bersih. Tong plastik yang
digunakan harus bersih dari kotoran, kemudian diisi air sebanyak 1/3 dari volume
tong.
Jika menggunakan tong plastik berukuran 200
liter, lele yang dapat diangkut sebanyak 40-50 kg/tong. Jika menggunakan tong
plastik berukuran 20 liter, lele yang dapat diangkut sebanyak 5-10 kg/tong.
Pengangkutan secara tertutup untuk mengangkut benih lele yang masih kecil.
Keberhasilan pengangkutan sangat ditentukan oleh beberapa faktorseperti teknik
pengangkutan, alat angkut, lama pengangkutan atau jarak tempuh, jumlah dan
ukura lele, serta waktu pengangkutan.
Hal yang perlu diperhatikan agar ikan
tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
a.
Dalam
pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat C.
b.
Waktu
pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
c.
Jumlah
kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan penurunan mutu ikan segar antara lain :
a.
Jenis
dan Ukuran Ikan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000),
kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis karena perbedaan komposisi kimianya.
Ikan – ikan yang kecil lebih cepat membusuknya daripada ikan yang lebih besar.
b.
Suhu
Ikan
Menurut Ilyas (1983), suhu air saat ikan
ditangkap mempengaruhi kemunduran mutu ikan terutama pada air yang bersuhu
tinggi dan ikan berada lebih lama didalam air sebelum diangkat, hal ini yang
dapat mempercepat proses kemunduran mutu ikan. Suhu ikan adalah faktor yang
paling besar peranannya adalam menentukan waktu yang diperlukan ikan memasuki,
memulai, dan melewati rigor. Semakin rendah suhu penanganan ikan segera setelah
ditangkap semakin lambat ikan memasuki tahap rigor dan semakin panjang waktu
rigor itu berakhir ( Ilyas, 1983).
c.
Cara
Kematian dan Penangkapan
Menurut Moelyanto (1992), ikan yang tidak
banyak berontak ketika ditangkap atau sebelum mati, kesegarannya akan lebih
tahan lama daripada ikan yang lama berontak. Ikan yang ditangkap dengan payang,
trawl, pole and line dan sebagainya, akan lebih baik keadaannya
apabila dibandingkan dengan yang ditangkap melalui giil net, long line dan
sebagainya.
Ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan agak
lam terendam di dalam air sehingga keadaannya sudah kurang baik sewaktu
dinaikkan keatas dek (Adawyah, 2007).
d.
Kondisi
Biologis Ikan
Ikan yang sangat kenyang akan makanan saat
ditangkap (disebut “feedy fish”), perut dan dinding perutnya segera diurai oleh
enzim isi perut yang mengakibatkan perubahan warna “perut gosong” (belly burn)
yang mengarah perut terbusai ( torn bellies atau belly burst).
Ikan pelagik, sardin, dan kembung yang perutnya kenyang, dapat mengalami
pembusaan perut jauh sebelum tanda – tanda pembusukan mulai terlihat (Ilyas,
1983).
e.
Cara
Penanganan dan Penyimpanan
Menurut Adawyah (2007), jika ikan yang dalam
keadaan rigor diperlakukan dengan kasar, misalnya ditumpuk terlalu banyak,
terlempar, terkena benturan, terinjak, terlipat, dibengkokkan atau diluruskan
dan sebagainya, maka pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Pembusukan dapat
diperlambat jika ikan disiangi dan disimpan pada suhu yang rendah.
B. Preparasi Ikan
lele
1.
Penyiangan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
produk perikanan haruslah ikan yang masih segar bahkan ikan yang masih dalam
keadaan hidup, agar diperoleh produk akhir yang bermutu tinggi. Sebelum diolah
sesegera mungkin dilakukan penyiangan ikan.
Penyiangan dilakukan dengan cara membuang
kepala dan isi perut, sebelum daging dipisahkan, karena kepala dan isi perut
mengandung lemak dan enzim protease yang dapat menurukan kemampuan gel,
disamping itu isi perut banyak mengandung bakteri dan juga dapat menggelapkan
warna dagingnya. Pada tahap penyiangan, kepala, kulit dan isi perut dibersihkan
karena insang, isi perut dan sisik, ini merupakan sumber bakteri pembusuk
(Hadiwiyoto, 1993).
2.
Pencucian
Proses selanjutnya adalah pencucian. Ikan
dicuci dalam air mengalir agar sisa kotoran yang masih menempel pada daging
ikan terbuang. Tujuan dari pencucian dengan menggunakan air mengalir, selain
untuk menghilangkan kotoran juga dapat mengurangi bakteri yang ada, dan
mencegah kontaminasi, karena kotoran terikut dengan aliran air. Pencuciaan
sebaiknya dilakukan menggunakan air bersih, tidak berwarna dan tidak berbau dan
berasal dari air PAM. Berdasarkan SNI 01-4104.3-2006, tentang pengolahan industri
perikanan, air yang dipakai untuk kegiatan diunit pengolahan memenuhi
persyaratan kualitas air minum. Air yang dapat diminum dapat diartikan sebagai
air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan ketidakmurnian secara kimiawi.
Air minum harus bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, dan tidak
mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan.
III. PENGOLAHAN
IKAN LELE
A. Pengolahan ikan Lele Asap
Ikan merupakan sumber protein hewani
yang rendah kolesterol dan sangat baik untuk kecerdasan otak. Salah satu
teknologi pengolahan ikan yang dapat meningkatkan nilai ekonomis serta daya
awet ikan adalah pengasapan. Lele asap merupakan salah satu menu yang banyak
dicari penggemar lele, rasanya yang khas disukai semua orang. Dari mulai anak
kecil sampai orang tua, dan tanpa membedakan pria maupun wanita. Ikan yang
digunakan untuk pengasapan hendaknya benar-benar masih segar, tidak cacat
fisik, dan bermutu tinggi. Satu hal yang perlu selalu diingat, tidak ada satu
cara apapun-betapa pun hebatnya cara dan peralatannya- yang mampu mencegah
terjadinya kerusakan.
1.
Prinsip
Pengasapan
Tujuan pengasapan ikan, pertama untuk
mendapatkan daya awet yang dihasilkan asap. Tujuan kedua untuk memberikan aroma
yang khas tanpa peduli kemampuan daya awetnya. Pengasapan merupakan cara
pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan
dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami.
Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan
butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada
ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga
terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan
atau kecoklatan.
2.
Tujuan
Pengasapan
Ikan asap sudah dikenal sejak zaman
dahulu kala. Konon, terjadinya tanpa disengaja. Ketika itu, umumnya orang
mengawetkan daging dan ikan dengan cara dikeringkan di bawah terik matahari.
Namun, pada musim hujan dan musim dingin orang mengeringkannya dengan bantuan
api sehingga pengaruh asap pun tidak dapat dihindarkan. Panas yang dihasilkan
dari pembakaran kayu menyebabkan terjadinya proses pengeringan. Selain akibat
panas, proses pengeringan terjadi karena adanya proses penarikan air dari
jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa kimia yang berasal dari
asap. Pengasapan ikan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan asap
yang berasal dari pembakaran kayu atau bahan organik lainnya.
Kriteria Mutu ikan asap dapat dilihat
pada Tabel 3. Pengasapan ikan dilakukan dengan tujuan :
a. Untuk mengawetkan ikan dengan
memanfaatkan bahan-bahan alami;
b. Untuk memberi rasa dan aroma yang
khas.
Tabel 3. Kriteria Mutu Sensoris Ikan
Asap
Parameter
|
Deskripsi
Mutu Ikan Asap
|
Penampakan
|
Permukaan
mutu ikan asap cerah, cemerlang, dan mengkilap. Apabila kusam dan suram
menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah kurang bagus mutunya atau karena
perlakuan dan proses pengasapan tidak dilakukan dengan baik dan benar.
Tidak tampak
adanya kotoran berupa darah yang mengering, sisa isi perut, abu, atau kotoran
lainnya. Adanya kotoran semacam itu menjadi indikasi kalau pengolahan dan
pengasapan tidak baik. Apabila pada permukaan ikan terdapat deposit kristal
garam maka hal itu menunjukkan bahwa penggaraman terlalu berat dan tentu
rasanya sangat asin.
Pada ikan
asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau lendir.
|
Warna
|
Ikan asap
berwarna cokelat keemasan, cokelat kekuningan, atau cokelat agak gelap. Warna
ikan asap tersebar merata. Adanya warna kemerahan disekitar tulang atau
berwarna gelap dibagian perut menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah
bermutu rendah.
|
Bau
|
Bau asap
lembut sampai cukup tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing,
tanpa bau asam, dan tanpa bau apek.
|
Rasa
|
Rasa lezat,
enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, dan
tidak berasa tengik.
|
Tekstur
|
Tekstur
kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti
ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, tidak lengket. Hendaknya kulit ikan
tidak mudah dikelupas dari dagingnya.
|
3.
Teknik
Pengolahan
a. Alat:
-
Pisau
-
Talenan
-
Baskom
-
Timbangan
-
Keranjang
b. Bahan:
-
Ikan lele
-
Kayu
-
Garam
c.
Cara
Pengolahan
Di dalam praktiknya, pengasapan ikan
dilakukan dengan cara berbeda-beda tergantung kebiasaan, jenis ikan yang
diasap, produk yang diinginkan, proses yang diinginkan, proses yang digunakan,
dan sebagainya.
1) Penyiangan dan Pencucian
Sebelum diasap, ikan dicuci terlebih
dahulu untuk menghilangkan kotoran, sisik yang lepas, dan juga lendir. Kemudian
ikan disiangi dengan cara membelah bagian perut sampai dekat anus seperti
diperlihatkan pada Gambar 2. Apabila diperlukan, kepala ikan dipotong. Kalau
ukuran ikan cukup besar dan berdaging tebal, sebaiknya ikan dibelah membentuk
kupu-kupu, diambil dagingnya saja, atau dibentuk sesuai dengan kebiasaan yang
dilakukan untuk mencirikan produk.
2) Penggaraman
Perendaman dalam larutan garam atau
penggaraman sering kali memang diperlukan karena memiliki banyak fungsi, di
antaranya membantu memudahkan pencucian dan penghilangan lendir, memberikan
cita rasa produk yang lebih lezat, membantu pengawetan, membantu pengeringan,
dan menyebabkan tekstur daging ikan menjadi lebih kompak.
3) Penggantungan dan penyusunan ikan
Ikan yang sudah tiris disusun di
dalam alat pengasap. Cara penyusunan ikan, misalnya mendatar di atas rak, akan
menentukan ikan asap yang dihasilkan. Cara tersebut cocok untuk ikan-ikan kecil
atau fillet ikan. Namun, dengan posisi itu kontak antar asap dan ikan
kurang merata. Bagian bawah akan lebih banyak menerima panas dan asap sehingga
ikan perlu dibalik. Penggantungan dan penyusunan ikan dapat dilihat pada Gambar
3.
4) Pengasapan
Pengasapan panas pada dasarnya
terdiri atas tiga tahapan. Tahap pertama merupakan tahap pengeringan awal yang
berlangsung sedikit di atas suhu ruang. Tahap kedua merupakan tahap pematangan
pertama, sedangkan tahap ketiga merupakan pematangan akhir. Perlu diperhatikan
bahwa sebaiknya tidak mengasap ikan secara langsung pada suhu tinggi sebab
daging ikan akan cepat matang, tetapi teksturnya masih lunak. Akibatnya,
pengeringan berjalan lambat dan ikan mudah patah.
Gambar 4. Pengasapan Ikan
5) Pengemasan
Setelah pengasapan selesai, ikan
dibiarkan dingin hingga sama dengan suhu ruangan. Sebaiknya tidak mengemas
produk selagi masih panas atau hangat karena akan mengembun dan ikan cepat
rusak ditumbuhi jamur. Ikan asap harus dibiarkan dingin, misalnya dengan cara
ditempatkan pada ruangan terbuka dan bersih. Kipas angin dapat digunakan untuk
membantu mendinginkan ikan asap, asalkan terjadinya kontaminasi oleh kotoran
dapat dicegah. Melalui cara itu, ikan asap sudah cukup dingin dalam waktu 1–2
jam. Ikan asap dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Ikan Lele Asap
6) Penyimpanan
Penyimpanan ikan asap akan sangat
berperan penting dalam distribusi dan pemasarannya. Jika penyimpanan juga
pengemasan tidak baik maka ikan asap akan cepat rusak sehingga daya jangkau
pasarnya rendah. Untuk jangkauan distribusi yang luas, penggunaan suhu rendah
selama penyimpanan tampaknya sudah saatnya diterapkan dan tidak dapat dihindari
lagi.
B. Pengolahan Nugget Ikan Lele
Nugget adalah sejenis makanan yang
dibuat dari daging giling atau daging cacah yang diberi bumbu, yang dibentuk
dalam cetakan tertentu, kemudian di kukus, dipotong-potong sesuai ukuran,
dipanir, dibekukan, dan sebelum dikonsumsi dilakukan penggorengan.
Nugget merupakan makanan siap saji
yang merupakan modifikasi dari produk daging giling yang biasanya berasal dari
daging ayam. Dikatakan nugget karena bentuk awalnya seperti nusset atau
balok emas dengan warna kuning keemasan. Sekarang bentuk nugget sudah
bervariasi seperti drum stick, finger, dinosaurus, dan berbagai bentuk
yang menarik yang disukai anak-anak.
Nugget ikan adalah salah satu bentuk
olahan dari ikan yang dapat dikembangkan. Respon konsumen terhadap nugget cukup
bagus mengingat sekarang ini orang juga memperhatikan kepraktisan sebuah
produk. Nugget dapat disimpan dalam bentuk beku.
Pengolahan nugget juga dapat
memperpanjang daya simpan daging ikan lele. Nugget ikan lele berpotensi untuk
dikembangkan. Nugget ikan lele dapat dikonsumsi baik anak-anak maupun orang
dewasa. Rasa nugget lele memang sedikit unik namun tetap lezat sebagai hidangan
pelengkap. Nugget merupakan makanan yang disukai anak-anak maupun orang dewasa
karena rasanya yang mengundang selera.
1.
Alat:
- Kompor
- Gilingan daging
- Penumbuk
- Dandang
- Baskom plastik
- Pisau
- Wajan
2.
Bahan:
- Ikan lele 250 g
- Telur 1 butir
- Tepung roti 25 g
- Bawang putih 2 siung
- Keju 50 g
- Kecap 1 sendok makan
- Minyak goreng secukupnya
- Tepung roti 25 g
- Telur 1 butir
3.
Cara Pengolahan:
o Bersihkan ikan dari sirip, tulang dan
bagian lain yang tidak diinginkan lalu cuci hingga bersih,
o Haluskan daging dengan gilingan
daging atau penumbuk atau blender.
o Campur daging hasil gilingan dengan
seluruh bahan, lalu uleni hingga merata.
o Masukkan adonan ke dalam dandang dan
kukus selama 25 menit, lalu dinginkan
o Potong-potong adonan sesuai dengan
selera
o Celupkan potongan adonan ke dalam
telur, kemudian gulingkan ke tepung roti beberapa kali.
o Goreng potongan adonan sampai kering.
o Nugget siap dikemas atau dimakan.
Gambar nugget dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Nugget Ikan lele
C. Pengolahan Kerupuk Kemplang Ikan Lele
Kerupuk adalah suatu makanan kecil
yang bersifat kering, ringan dan porous yang terbuat dari bahan-bahan yang
mengandung pati cukup tinggi yang merupakan makanan khas Indonesia dan banyak
digemari oleh masyarakat luas.
Biasanya kerupuk dikonsumsi sebagai
makanan selingan atau sebagai variasi dalam lauk-pauk. Kerupuk adalah sejenis
makanan kecil yang mengalami pengembangan volume membentuk produk yang porous
dan memiliki densitas rendah selama penggorengan sehingga memiliki kerenyahan
(Siaw. et al, 1985).
Kerupuk dapat berfungsi sebagai media
simpan, media distribusi dan media saji pangan dan sekaligus merupakan produk
budaya pangan masyarakat Indonesia. Bila dipandang sebagai media simpan
potensinya sangatlah besar karena produk kerupuk adalah produk yang memiliki
daya awet yang tinggi. Kerupuk sebagai media simpan ikan, hal ini dapat dilihat
dari 30% hasil tangkapan ikan segar di Jawa adalah ikan dengan produk ikan
asin, surimi, dan kerupuk (Rohimah, 1997).
Dalam proses pembuatan kerupuk ikan
memiliki tahapan-tahapan berupa persiapan bahan baku, pencucian, penyiangan,
pengambilan daging, pencucian II, pelumatan daging, pencampuran dengan bahan
dasar, pembentukan, pengukusan, pendinginan, pengeringan, dan pengemasan (SNI
2713.1.2009).
Proses produksi kerupuk lele tidaklah
sulit untuk dikerjakan. Membutuhkan waktu kurang lebih dua hari untuk
menghasilkan kerupuk mentah kering yang berkualitas. Lamanya waktu produksi
juga ditentukan dengan proses pengeringan apakah dengan menggunakan tenaga
matahari yaitu dengan dijemur atau dengan mesin pengering.
Salah satu keunggulan dari kerupuk
ikan lele ini adalah mengandung kalsium yang lebih tinggi dibanding kerupuk
ikan lainnya karena semua bagian dari lele digunakan sebagai bahan termasuk duri
dan kepala. Kandungan kalsium yang tinggi ini sangat cocok dikonsumsi ibu
hamil, balita, hingga lansia karena kandungan kalsium di dalamnya bisa
mengurangi resiko terkena osteoporosis.
Kerenyahan kerupuk dapat dipengaruhi
oleh volume pengembangan kerupuk, sedangkan volume pengembangan kerupuk dapat
dipengaruhi oleh kadar amilopektin dan kandungan protein yang terkandung pada
bahan. Kerupuk dengan kandungan amilopektin yang lebih tinggi akan memiliki
pengembangan yang lebih tinggi, karena pada saat proses pemanasan akan terjadi
proses gelatinasi dan akan terbentuk struktur yang elastis, kemudian dapat
mengembang pada tahap penggorengan sehingga kerupuk dengan volume pengembangan
yang tinggi akan memiliki tingkat kerenyahan yang tinggi (Zulfiani, 1992).
1. Alat
Alat alat yang diperlukan dalam
mengolah kerupuk antara lain :blender, gilingan manual, wajan, kompor,
timbangan, sodet, serokan, wadah palstik, pisau, talenan, baskom plastik,
pisau, talenan, cetakan, dan sendok.
2. Bahan:
-
Ikan
lele,
-
tepung
tapioka,
-
telur,
-
bawang
putih,
-
garam,
dan
-
minyak
goreng.
3. Cara
Pengolahan
Persiapan bahan baku untuk membuat
kerupuk ikan lele ialah pembuatan lumatan daging. Langkah-langkah dalam
pembuatan daging lumat awalnya dengan menyiangi ikan lele segar dengan membuang
isi perut dan kepala hingga bersih dan dicuci dengan air bersih. Pengambilan
daging ikan ialah dengan memfillet dan mengambil sisa daging yang tertinggal di
antara duri ikan dengan cara mengerok menggunakan sendok.
Setelah daging terkumpul, daging
dimasukkan ke dalam mesin pelumat daging. Hasil lumatan dipastikan harus
benar-benar lembut, karena dapat mempengaruhi produk kerupuk yang dihasilkan.
Apabila daging lumatan kurang lembut maka di masukkan kembali ke mesin pelumat
agar lumatan daging yang dihasilkan benar-benar lembut. Setelah selesai proses
pelumatan, daging ikan dimasukkan ke dalam wadah baskom bersih. Tahapan
persiapan lumatan daging ikan lele dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. (a) Pemfilletan dan (b)
Pengerikan daging
a) Pencampuran Bahan
Proses pencampuran dilakukan dengan
cara mengaduk lumatan ikan dengan bumbu-bumbu yang sudah disiapkan. Setelah
tercampur merata kemudian ditambahkan telur sesuai dengan berat adonan yang
dibutuhkan, kemudian diaduk hingga merata. Proses pengadukan ini berperan
sangat penting sekali. Apabila bahan yang dicampurkan tidak diaduk sampai bumbu
merata akan mempengaruhi rasa produk kerupuk yang dihasilkan.
Proses pengadukan lumatan ikan dengan
bumbu dilakukan dengan tujuan membuat rasa produk kerupuk ikan yang dihasilkan
merata dan menjadikan produk dapat mengembang. Produk kerupuk dapat mengembang
secara baik dipengaruhi oleh komposisi bahan yang digunakan.
b) Pembuatan Adonan
Proses pembuatan adonan dilakukan
dengan mencampurkan antara lumatan ikan yang sudah halus dengan bumbu dan
bahan-bahan lain. Adonan dibuat secara manual dengan menggunakan tangan hingga
benar-benar merata dan pulen. Apabila komposisi dari bahan pembuat kerupuk ikan
ini tidak benar maka akan terlihat sekali dari hasil adonan yang dibuat.
Apabila terlalu banyak tepung akan mengakibatkan adonan keras dan mudah sekali
patah, sedangkan bila terlalu banyak lumatan ikan akan terlalu lunak dan terasa
basah. Oleh karena itu sangat diperlukan penambahan tepung dengan komposisi
yang tepat.
c) Penggilasan
Proses penggilasan ialah proses
pembentukan atau pencetakan kerupuk yang dilakukan secara manual yaitu dengan
menggunakan tangan. Adonan kerupuk dibentuk menjadi silinder memanjang dengan
diameter silinder adonan kurang lebih 1 cm.
d) Pemotongan
Adonan yang telah terbentuk setelah
proses penggilasan, maka dilakukan proses pemotongan. Pemotongan adonan
dilakukan dengan menggunakan lempeng besi. Panjang potongan adonan adalah 1 cm.
e) Perapihan Bentuk
Proses perapihan bentuk atau yang
disebut dengan pengirigan ini dilakukan dengan cara menggoyang-goyangkan adonan
yang telah dipotong di atas nampan secara berulang-ulang hingga terpisah antara
potongan yang satu dengan potongan yang lain.
Proses pengirigan ini dilakukan
dengan tujuan untuk menghaluskan permukaan adonan kerupuk yang sudah dipotong
sehingga memiliki bentuk dan permukaan yang bagus dan menarik. Selain itu
pengirigan juga bertujuan untuk memisahkan antara potongan yang satu dengan
yang lain karena pada proses pembentukan dan pemotongan banyak yang menempel
antara potongan adonan tersebut.
f)
Penggorengan
Minyak yang digunakan untuk
menggoreng adalah minyak sawit. Proses penggorengan dilakukan dengan suhu
berkisar antara 130°C - 145°C selama kurang lebih 45 menit. Suhu selalu dijaga
selama proses penggorengan, apabila terlalu panas akan mengakibatkan warna
produk kerupuk yang dihasilkan kurang menarik. Kerupuk yang telah matang
ditandai dengan warna kerupuk yang kuning keemasan dan tekstur mengeras tanpa
kembali mengempes.
Proses penggorengan kerupuk akan
terjadi tiga fase pengembangan yaitu fase plastisasi, fase mengembang dan fase
tetap. Pada fase plastisasi kerupuk bersifat lentur dan belum mengembang, pada
fase mengembang kerupuk mengalami perubahan bentuk dan mengembang tetapi belum
tetap, kemudian fase terakhir yaitu fase tetap adalah fase dimana kerupuk tidak
lagi mengalami pengembangan dan tidak kempes kembali (Zulviani, 1992).
g) Penirisan
Kerupuk yang sudah matang diangkat
dengan menggunakan serok dan kemudian ditiriskan. Kerupuk yang ditiriskan ini
diletakkan dalam wadah kotak penirisan selama kurang lebih tiga sampai dengan
lima menit hingga kerupuk tidak terlalu panas dan tidak terbasahi oleh minyak.
Tujuan dari proses penirisan ini
ialah untuk menurunkan suhu kerupuk sehingga tidak rusak teksturnya ketika
dilakukan proses pengemasan. Selain itu juga bertujuan untuk meniriskan kerupuk
agar tidak basah dari minyak goreng pada proses penggorengan. Kerupuk akan mudah
mengalami ketengikan ketika masih banyak terkandung minyak dalam kemasan.
Proses penirisan ini sangatlah
penting, karena dapat mempengaruhi aroma kerupuk yang dihasilkan ketika dalam
kemasan. Kandungan lemak yang terdapat dalam minyak goreng menimbulkan
ketengikan apabila mengalami proses penaikan suhu dengan mengikutsertakan
oksigen yang dinamakan sebagai oksidasi (Widowati, 1987).
h) Pengemasan
Pengemasan ini dilakukan dengan
tujuan untuk mempermudah pada proses pendistribusian pada penjualan, dan
mempertahankan kerenyahan kerupuk sampai ke konsumen. Kualitas kemasan produk
kerupuk ini sangatlah berperan penting karena kerupuk akan kehilangan kerenyahan
apabila pengemasannya tidak sesuai dengan standar kemasan untuk produk kerupuk.
Pengemasan bahan pangan harus
memperhatikan lima fungsi yaitu harus dapat mempertahankan produk agar tetap
bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lain, harus
memberikan perlindungan terhadap bahan pangan dari kerusakan fisik, air,
oksigen dan sinar, harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam
proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan (Buckle,
1985).
D. Pengolahan Bakso Ikan lele
1. Alat :
-
Kompor
-
Timbangan
-
Baskom
-
Sendok
-
Pisau
-
Talenan
2. Bahan :
-
Daging
Ikan lele
-
Tepung
Tapioka
-
Garam
-
Bawang
Putih
-
Lada
-
Gula
3. Cara pengolahan :
a) Penyiangan
Penyiangan dilakukan segera mungkin
yaitu dengan cara membuang kepala dan isi perut sebelum daging dipisahkan.
Penyiangan dilakukan secara cepat,
cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya.
Ikan harus disiangi segera mungkin
setelah ikan mati karena apabila darahnya mulai beku, maka daging akan
mengalami diskolorisasi (perubahan warna) sehingga akan mempengaruhi warna
produk akhir.
Perubahan warna banyak disebabkan
karena perubahan zat warna darah dan zat warna lain. Hemoglobin dan myoglobin
yang mula-mula berwarna cerah akan berubah menjadi merah kecoklatan atau coklat
karena terbentuknya methemoglobin.
b) Pencucian
Ikan dicuci dengan secara hati-hati,
cepat, cermat dan saniter dengan menggunakan air dingin bersih yang mengalir.
c) Pemfilletan dan Pengambilan daging
Ikan yang telah disiangi dan dicuci
kemudian di fillet yaitu mengambil dan memisahkan daging dari kulit dan tulang
ikan. Pemfilletan ini dilakukan dengan cara ikan diletakkan di atas talenam,
kemudian disayat memanjang dengan pisau pada ekor hingga ke arah kepala. Selama
proses, bahan baku ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dan
tetap mempertahankan suhu ikan maksimal 5˚C.
Daging ikan yang masih menempel di
tulang diambil (dikerok) menggunakan sendok. Proses ini dapat dilakukan
menggunakan mesin maupun secara manual. Daging fillet harus tetap dipertahankan
suhunya dengan selalu menambahkan es. Menurut Adawyah (2007), cara yang paling
mudah untuk mendinginkan ikan adalah dengan menggunakan es. Es mendinginkan
dengan cepat tanpa banyak mempengaruhi keadaan ikan, serta biayanya murah. Pada
prinsipnya, es harus dicampurkan dengan ikan sedemikian rupa sehingga permukaan
ikan bersinggungan dengan es, maka pendinginan ikan akan berlangsung lebih
cepat sehingga pembusukan dapat segera dihambat.
d) Penghancuran daging/Penggilingan
Daging ikan dihancurkan dengan
menggunakan alat penghancur. Proses dilakukan secara cepat, cermat dan saniter
serta tetap mempertahankan suhu 0˚C-5˚C. Penggilingan daging ikan dilakukan
dengan menggunakan mesin penggiling yang umummya disebut alat penghancur (grinder)
selama kurang lebih 5 menit hingga daging ikan hancur dan halus. Penggilingan
yang terlalu lama akan menyebabkan tekstur daging ikan lembek sehingga produk
yang dihasilkan tidak dapat dibentuk atau dicetak.
e) Pencucian daging (leaching)
Proses pencucian meliputi pencucian
daging ikan yang dilumatkan dengan air es (air dingin). Dan diberi garam ( ±
0,3 %). Perbandingan ikan dengan air dingin 1: 3 dan perendaman dilakukan
selama 15 menit sambil diaduk-aduk. Tujuan dari pencucian ini adalah untuk
memperbaiki warna daging. Hasil pencucian daging menjadi membentuk gel
(kenyal), proses pencucian ini akan dapat memperbaiki gel dan juga memperbaiki
warna daging.
Pencucian akan menghilangkan
kandungan protein sakroplasma yang dapat larut dalam air yang tidak bisa
membentuk gel, enzim protease, darah atau warna yang dapat merusak penangkapan
lemak komponen utama yang menyebabkan oksidasi lemak dan denaturasi protein
(Hall dan Ahmad, 1992).
Leaching adalah suatu proses yang terjadi pada
saat pencucian daging lumat yaitu proses terekstraknya actin dan myosin yang
teksturnya seperti jala, masa ini di sebut sol yang sifatnya lengket.
Pencucian dengan air sangat
diperlukan dalam pembuatan surimi, karena dapat menunjang kemampuan untuk
pembentukan gel, dan menghambat denaturasi protein akibat pembekuan. Selama
pencucian daging ikan dibersihkan dari darah, lemak, lendir dan protein yang
larut dalam air, dengan cara ini warna dan bau daging menjadi lebih baik
disamping kandungannya aktomiosinnya meningkat yang dibuat dengan proses
pencucian sehingga secara nyata dapat memperbaiki sifat elastisitas produk
(Fardiaz, 1985).
Pencucian dengan air es merupakan
tahap yang paling penting dalam pembuatan surimi, karena dalam proses pencucian
ini komponen nitrogen terlarut, darah dan juga lemak yang ada pada daging lumat
akan terbuang, sedangkan protein myofibliar menjadi pekat, sehingga kemampuan
membentuk gel meningkat.
Air yang digunakan untuk pencucian
haruslah air dingin. Pencucian dengan air kran dapat merusak tekstur dan
mempercepat degradasi lemak, sedangkan pencucian dengan air laut dapat
meningkatkan kehilangan protein. Pencucian berulang dilakukan dengan penambahan
hancuran es pada saat pencucian agar suhu tetap stabil sekitar 10 oC (Suzuki,
1981).
Gel berbentuk rekat hasil pencucian
mengubah daging bewarna putih, tidak berbau, tidak berlemak dan kenyal, adanya
asam amino actin dan myosin yang banyak terkandung dalam protein daging ikan.
Apabila protein daging ikan yang sedang dilumatkan ditambah dengan garam
(NaCl), maka actin dan myosin ini akan terekstrak dalam bentuk actomyosin yang
teksturnya seperti jala. Masa ini disebut sol, yang sifatnya lengket dan
adesing, apabila masa sol ini dipanaskan maka akan terbentuk gel, yang memberikan
elastisitas (Dacker, 1980).
f)
Pencampuran/Pengadonan
Hancuran daging dimasukkan kedalam
alat pencampur, ditambahkan garam dan dicampur hingga didapatkan adonan yang
lengket. Selanjutnya dilakukan penambahan bumbu lainnya, dicampur sampai
homogen. Adapun bumbu yang dicampurkan ke dalam daging ikan sebagai berikut :
garam, tepung tapioka, air es, minyak sayur, gula, bawang putih. Proses ini
harus dilakukan dengan cepat dan bersih dan suhu adonan dipertahankan sampai
5˚C. Cara pencampuran adonan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Proses Pengadonan
g) Pembentukan
Adonan dicetak secara manual atau
dapat dicetak dengan menggunakan mesin pencetak bakso dengan ukuran yang sudah
ditentukan.
h) Perebusan atau pemasakan
Bakso ikan direbus menggunakan panci stainless
steel pada suhu 100˚C selama 10 menit (sampai bakso mengambang di permukaan
air perebusan). Bakso yang direbus dapat dikonsumsi langsung atau dilakukan
pengolahan lebih lanjutan sesuai dengan selera.
i)
Penirisan
Setelah perebusan, bakso ikan diletakkan
di meja untuk penirisan. Penirisan juga sekaligus untuk menurunkan suhu bakso
yang biasanya dilakukan dengan alat bantu kipas angin. Proses ini dilakukan
hingga bakso menjadi agak kering dan tidak menyebabkan penguapan setelah
dikemas. Penirisan dilakukan selama 10 – 15 menit.
j)
Pengemasan
Bakso dikemas dengan menggunakan
plastik HDPE (High Density Poly Etilen) dengan kapasitas sesuai
keinginan, kemudian direkatkan dengan electric heatseller. Dipilihnya plastik
HDPE karena mempunyai ketebalan yang dapat melindungi produk yang telah dikemas
agar tidak rusak selama masih di dalam kemasan.
k) Penyimpanan
Bakso disimpan di dalam freezer dengan
suhu -25oC. Penyimpanan produk bakso sebaiknya dilakukan terpisah dari bahan
baku (ikan beku).
E. Pengolahan Kaki Naga Ikan lele
1. Alat:
Peralatan yang diperlukan dalam
pembuatan bakso ini terdiri dari pisau, telanan, food processor, blender,
baskom, timbangan digital, meja kerja, sendok, wadah perebusan, freezer dan
kompor gas.
2. Bahan
Adapun bahan yang diperlukan dalam
membuat bakso ikan adalah : Ikan Lele, Tepung Tapioka, Garam, Gula dan
Sorbitol, Bawang Merah, Bawang Putih, Lada, dan Telur.
3. Cara pengolahan
a) Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara
membuang kepala dan isi perut, sebelum daging dipisahkan, karena kepala dan isi
perut mengandung lemak dan enzim protease yang dapat menurukan kemampuan gel,
disamping itu isi perut banyak mengandung bakteri dan juga dapat menggelapkan
warna dagingnya. Pada tahap penyiangan, kepala, kulit dan isi perut dibersihkan
untuk mengurangi kontaminasi oleh bakteri. Penyiangan ikan merupakan cara untuk
mempertahankan kesegaran ikan, karena insang, isi perut dan sisik, ini
merupakan sumber bakteri pembusuk (Hadiwiyoto, 1993).
b) Pencucian
Proses selanjutnya adalah pencucian.
Ikan dicuci dalam air mengalir agar sisa kotoran yang masih menempel pada
daging ikan terbuang. Tujuan pencucian untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan
pencucian menggunakan air bersih, juga dapat mengurangi jumlah bakteri yang ada
dikulit ikan (Murniati dan Sunarman, 2000) dan pencucian dilakukan dengan air
mengalir (Ilyas, 1983).
c) Pemfilletan
Ikan yang telah disiangi dan dicuci
kemudian difillet yaitu mengambil dan memisahkan daging dari kulit tulang ikan.
Pemfilletan ini dilakukan dengan cara ikan diletakan diatas wadah, kemudian
disayat memanjang dengan pisau pada ekor hingga kearah kepala, daging fillet
diletakkan didalam wadah diberi es curai untuk mencegah peningkatan suhu dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Cara yang paling penting dan mudah untuk
mendinginkan ikan adalah dengan menggunakan es. Es harus dicampur dengan ikan
dengan perbandingan bahan baku ikan 1: 2 sehingga permukaan ikan bersinggungan
dengan es.
d) Pengerikan Daging
Tujuan dari pengerikan daging lele
yaitu untuk menghasilkan daging ikan tanpa tulang dan kulit yang nantinya akan
memudahkan dalam proses penggilingan. Pengerikan dilakukan dengan menggunakan
sendok makan, agar semua daging dapat diambil. Pengerikan lumatan daging diletakkan
diwadah yang dialasi dengan es, untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
e) Penggilingan daging ikan
Daging lele yang sudah terpisah dari
tulang dan kulit dimasukan kedalam food prossesor untuk digiling sehingga
berbentuk pasta. Daging ikan kemudian dilumatkan dengan menggunakan gilingan (Food
processor), ± 10 menit, selanjutnya daging digiling. Pada saat penggilingan
harus diberikan garam secukupnya, garam diberikan pada awal penggilingan
berguna untuk meningkatkan pembentukan gel pasta ikan. Penggilingan dengan food
processor dapat lilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 . Penggilingan dengan food
processor
f)
Pencucian
daging (leaching)
Proses pencucian meliputi pencucian
daging ikan yang dilumatkan dengan air es (air dingin). Dan diberi garam ( ±
0,3 %). Perbandingan ikan dengan air dingin 1: 3 dan perendaman dilakukan
selama 15 menit sambil diaduk-aduk. Tujuan dari pencucian ini adalah untuk
memperbaiki warna daging. Hasil pencucian daging menjadi membentuk gel
(kenyal), proses pencucian ini akan dapat memperbaiki gel dan juga memperbaiki
warna daging.
Pencucian akan menghilangkan
kandungan protein sakroplasma yang dapat larut dalam air yang tidak bisa
membentuk gel, enzim protease, darah atau warna yang dapat merusak penangkapan
lemak komponen utama yang menyebabkan oksidasi lemak dan denaturasi protein
(Hall dan Ahmad, 1992).
Leaching adalah suatu proses yang terjadi pada
saat pencucian daging lumat yaitu proses terekstraknya actin dan myosin yang
teksturnya seperti jala, masa ini di sebut sol yang sifatnya lengket.
Pencucian dengan air sangat
diperlukan dalam pembuatan surimi, karena dapat menunjang kemampuan untuk
pembentukan gel, dan menghambat denaturasi protein akibat pembekuan. Selama
pencucian daging ikan dibersihkan dari darah, lemak, lendir dan protein yang
larut dalam air, dengan cara ini warna dan bau daging menjadi lebih baik
disamping kandungannya aktomiosinnya meningkat yang dibuat dengan proses
pencucian sehingga secara nyata dapat memperbaiki sifat elastisitas produk
(Fardiaz, 1985).
Pencucian dengan air es merupakan
tahap yang paling penting dalam pembuatan surimi, karena dalam proses pencucian
ini komponen nitrogen terlarut, darah dan juga lemak yang ada pada daging lumat
akan terbuang, sedangkan protein myofibliar menjadi pekat, sehingga kemampuan
membentuk gel meningkat.
Air yang digunakan untuk pencucian
haruslah air dingin. Pencucian dengan air kran dapat merusak tekstur dan
mempercepat degradasi lemak, sedangkan pencucian dengan air laut dapat
meningkatkan kehilangan protein. Pencucian berulang dilakukan dengan penambahan
hancuran es pada saat pencucian agar suhu tetap stabil sekitar 10 oC (Suzuki,
1981).
Gel berbentuk rekat hasil pencucian
mengubah daging bewarna putih, tidak berbau, tidak berlemak dan kenyal, adanya
asam amino actin dan myosin yang banyak terkandung dalam protein daging ikan.
Apabila protein daging ikan yang sedang dilumatkan ditambah dengan garam
(NaCl), maka actin dan myosin ini akan terekstrak dalam bentuk actomyosin yang
teksturnya seperti jala. Masa ini disebut sol, yang sifatnya lengket dan
adesing, apabila masa sol ini dipanaskan maka akan terbentuk gel, yang
memberikan elastisitas (Dacker, 1980).
g) Pengadonan
Daging yang sudah berbentuk pasta
dimasukkan kedalam food processor untuk dilakukan pengadonan dengan
penambahan bahan baku lainnya seperti tepung terigu, maizena, susu dan telor
yang berguna untuk menjaga kualitas kekenyalan kaki naga. Bumbu-bumbu
dimasukkan bumbu berupa garam, bawang merah, bawang putih, merica yang sebelum
sudah dihancurkan. Ditambahkannya telur pada adonan akan membuat adonan menjadi
lembut. Telur mempunyai sifat sebagai pengikat komponen-komponen, pengikat udara,
membuat kokoh adonan, mengembangkan adonan. Waktu pengadonan dilakukan kurang
lebih selama 20 menit.
h) Pencetakan
Pencetakan adonan digunakan
menggunakan tangan dan sendok atau garpu. Proses pencetakan harus dilakukan
dengan cepat, adonan yang telah dicetak langsung dimasukkan kedalam pengukusan
untuk dimasak.
i)
Pengukusan
Kaki naga, kemudian dikukus lebih
kurang 10-15 menit sampai adonan tersebut kenyal dan berbentuk keras. Kaki naga
didinginkan dengan cara diangi-anginkan kemudian dilanjutkan dengan penusukan
stik dan pencelupan kedalam tepung roti. Kaki naga yang telah dikukus akan
terlihat mengembang. Hal ini disebabkan terjadinya proses koagulasi pada
protein yang terdapat pada daging dan telur. Telur mengandung sebagian besar
protein dan lemak.Sebagai emulsefier bahan yang digunakan untuk menstabilkan
emulsi, yang berfungsi menjaga agar butir lemak, minyak tetap tersupensi
didalam air dan kolestrol dapat memberikan struktur berongga yang lebih tinggi
karena mempunyai kemampuan mengikat udara yang lebih besar. Telur juga
meningkatkan volume, memperbaiki kenampakan pada produk (Muchtadi dan
Ayustaningwarno, 2010).
Proses pemanasan akan memperluas
gelembung udara, mengkaogulasi protein dalam telur dan membuat kokoh adonan
(Back, 2000). Pengukusan kaki naga dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pengukusan Kaki Naga
j)
Pelumuran
dengan tepung roti
Tahap pelumuran dilakukan secara
manual, sebelum dilumuri dengan tepung roti, kaki naga terlebih dahulu
dicelupkan kedalam telur, hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya rekat kaki
naga terhadap tepung roti. Pelumuran dengan tepung roti juga berfungsi untuk
memberikan kerenyahan produk sehingga membuat produk tersebut lebih enak dan
lezat. Pelumuran kaki naga dengan tepung roti dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Pelemuran kaki naga dengan
telur dan tepung roti
k) Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu cara
memperlambat terjadinya proses penurunan mutu baik secara autolitis,
bakteriologis atau oksidasi dengan suhu dingin (Purwaningsih, 2000). Pembekuan
dimaksudkan untuk mengawet sifat-sifat alami dari ikan. Prinsip-prinsip dasar
dari pembekuan adalah mengenyahkan panas dari ikan dengan kelajuan tinggi
artinya waktu yang lebih singkat, sehingga ikan tidak mengalami perubahan mutu,
yang berarti dalam mencapai suhu rendah penyimpanan dan dapat mengawet ikan
dalam waktu panjang selama penyimpanan beku dan distribusi (Ilyas, 1993). Alat
pembekuan yang digunakan untuk pembekuan produk olahan ini adalah frezzer
dengan suhu berkisar -20°C.
l)
Penggorengan
Untuk menggoreng kaki naga: panaskan
minyak goreng (suhu 170oC), goreng kaki naga selama 4 – 5 menit. Bisa juga dimasak
dengan oven atau microwave, sajikan panas-panas dengan saus tomat atau sambal.
Gambar kaki naga ikan lele dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Kaki naga ikan lele
F. Pengolahan
Abon Ikan lele
1. Alat
Peralatan yang diperlukan dalam
pembuatan abon ikan lele terdiri dari Kompor, Timbangan, baskom, sendok, pisau
dan talenan.
2. Bahan
Adapun bahan yang diperlukan dalam
membuat abon ikan lele adalah : Lele 10 kg, Gula Merah 3 kg, Gula Pasir 1 kg,
Lengkuas 250 gram, Sereh 10 batang, Daun Salam 10 lembar, Ketumbar 50 gram,
Bawang Putih 250 gram, Bawang Merah 250 gram, Jahe 100 gram, Asam Jawa 100
gram, direbus dengan 200 cc air, saring, ambil airnya; Garam secukupnya dan
Minyak goring.
3. Cara membuat:
a) Potong bagian ikan, pisahkan kulit
dan daging dengan bantuan pisau.
b) Kukus daging hingga matang dan
dinginkan setelah itu daging disuwir-suwir dengan garpu hingga halus.
c) Siapkan bumbu-bumbu, haluskan
ketumbar, bawang putih, bawang merah, jahe, lengkuas.Tumis bumbu halus tersebut
dengan minyak goreng hingga harum, tambahkan sereh dan daun salam, kemudian
tambahkan air asam jawa, garam, gula pasir dan gula merah.
d) Masukkan daging lele yang sudah
dihaluskan, masak dan aduk hingga bumbu meresap.
e) Panaskan minyak goreng dalam wajan,
goreng daging lele sedikit demi sedikit hingga kecoklatan, angkat dan tiriskan.
f)
Masukkan
dalam alat pengepres minyak, Abon lele siap disajikan dan bisa disimpan dalam
toples.
A.
agen slot
BalasHapusPragmatic Play
Deposit pulsa
Deposit pulsa
livegames casino