I.
PENDAHULUAN
Sungguh sangat sulit menghitung
kekayaan alam Papua. Ada burung cendrawasih, arwana putih jardini, tiram
mutiara yang menghasilkan mutiara termahal di dunia dengan sebutan Mutiara Laut
Selatan dan masih banyak lagi. Lobster air tawar juga berasal dari Papua.
Lobster air tawar biasa hidup di danau, rawa atau sungai air tawar di Papua.
Lobster air tawar dalam perdagangan
internasional disebut : Crayfish, Crawfish dan Crawdad. Di negara-negara
Australia, Amerika Serikat, Inggris, China, Ekuador, Fiji, Guatemala, Meksiko,
Afrika Selatan dan Taiwan telah membudidayakan lobster air tawar sejak tahun
1980. Di Indonesia upaya budidaya baru dimulai tahun 2000.
Seperti jenis lobster laut, lobster
air tawar harganya juga sangat mahal. Selain rasanya yang sangat lezat, bagi
etnis China memakan lobster akan mendatangkan keuntungan (hoki) dan kekuatan,
orang China menganggap lobster adalah penjelmaan ular naga, orang yang bisa
makan naga kekuatannya melebihi Superman.
Lobster air tawar tidak hanya untuk
dikonsumsi tetapi juga sebagai udang hias di akuarium. Sebagai udang hias
lobster air tawar memiliki ciri khas yang tidak ditemukan pada ikan hias.
Selain bentuk tubuhnya yang unik, lobster air tawar juga mempunyai warna khas
dan beragam.
Jika diperhatikan, lobster air tawar
tampak garang dan mengandung aura magic. Bentuk tubuhnya mirip panser dengan
sepasang laras meriam menghadap kedepan. Hal ini membuat banyak orang berminat
memelihara lobster air tawar didalam akuariumnya. Memandangi lobster air tawar
dimalam hari memberi imajinasi seperti hidup di alam lain.
II.
GAMBARAN UMUM
Dahulu sebelum lobster air tawar
terkenal, hanya lobster air laut yang menjadi makanan lezat. Padahal, lobster
air laut diperoleh dengan cara ditangkap dari alam sehingga ketersediaannya
tergantung alam. Sedangkan lobster air tawar dapat dibudidayakan dengan relatif
mudah dan sederhana.
Lobster air tawar merupakan udang air
tawar berukuran relatif besar. Tubuhnya tertutup kulit beruas-ruas yang keras
dan terbuat dari bahan kitin. Bagian tubuh terbagi menjadi dua bagian, yaitu
kepala-dada (chephalothorax) dan badan-ekor (abdomen). Kepala tertutup kulit
keras dengan bagian depan (rostrum) meruncing dan bergerigi.
Di kepala terdapat sepasang mata
bertangkai, sepasang antena panjang, dan sepasang antena pendek. Bagian kepala
terdapat lima pasang kaki. Tiga kaki, diantaranya kaki pertama, kedua, dan
ketiga mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi capit. Sepasang capit yang
pertama besar dan kokoh yang berfungsi dalam mempertahankan diri dan untuk
menangkap mangsa. Bagian belakang, yaitu perut dan ekor kulit tubuhnya
beruas-ruas dengan kulit keras, dibagian ini terdapat empat pasang kaki renang.
Ekornya berbentuk seperti kipas dengan lima ruas.
Pertumbuhan lobster bertambah besar
melalui pergantian kulit (moulting). Pada waktu ganti kulit tersebut lobster
dalam kondisi lemah sehingga saat itu sering terjadi kanibal, seperti udang
yang lain.
III.
SISTEMATIKA
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Crustaceae
Kelas :
Malacostraca
Ordo :
Decapoda
Family : Parastacidae
Genus :
Cherax
Ciri-ciri
Utama
1)
Badan
terdiri dari kepala dada (cephalotorax), tubuh (abdomen) dan ekor (telson)
2)
Pada
ujung depan kepala dada terdapat tanduk berbentuk segitiga yang di sebut
rostrum.
3) Pada dadanya terdapat 5 pasang kaki
jalan dengan pasangan kaki terdepan berbentuk capit (“chelipet”)
4)
Tubuhnya
terdiri dari 6 ruas yang tersusun tumpang tindih seperti genteng rumah dengan
ruas kedua berada di atas ruas pertama dan ketiga
5)
Pada
tiap ruas tubuh di lengkapi dengan sepasang kaki renang (“pleopod”).
6)
Ekor
berbentuk segi tiga dengan ujungnya yang runcing.
7)
Ekor
tersebut di apit oleh sirip ekor yang di sebut “uropod”.
8) Dalam keadaan normal, kulitnya keras
dan pada saat ganti kulit udang ini membentuk gumpalan kapur yang di sebut
gastrolith yang terletak di depan lambungnya.
IV.
HABITAT DAN PENYEBARAN
Lobster air tawar yang berasal dari
family Astacidae, Cambaridae, dan Parastacidae, menyebar di semua benua,
kecuali. Meskipun demikian, di kedua benua tersebut pernah di temukan fosil
lobster air tawar
Family Astacidae banyak hidup di
perairan bagian barat Rocky Mountains di barat laut Amerika Serikat sampai
Kolombia, Kanada, dan juga di Eropa. Di Indonesia, terutama di Jayawijaya
(Papua), hidup beberapa spesies dari family Parastacidae antara lain Cherax
monticola, Cherax lorentzi, Cherax comunis, Cherax papuana, dan Cherax wasseli.
V.
SPESIFIKASI SPESIES.
Dalam usaha budidaya lobster air
tawar, ada 3 spesies dari genus Cherax yang dapat dikembangbiakkan secara
ekonomis, baik ditinjau dari penyediaan spesies udang hias air tawar maupun
udang konsumsi, yakni lobster air tawar capit merah atau redclaw (Cherax
qudricarinatus), yabbie (Cherax destructor), dan marron ( Cherax
tenuimatus).
Balai Budidaya Air Tawar (BBAT)
Sukabumi telah mulai melakukan domestikasi berbagai spesies lobster air tawar
yang berasal dari habitat alam kawasan Kabupaten Wamena. Tujuan utama
domestikasi ini adalah menghasilkan induk dan benih teradaptasi dan menghasilkan
informasi teknik pembudidayaan yang mengarah kepada upaya pelestarian plasma
nutfah asli Indonesia. Di samping itu, merupakan upaya pengembangan teknik budi
daya lobster air tawar sebagai spesies baru yang mampu meningkatkan pendapatan
petani ikan air tawar khususnya dan peningkatan ekspor nonmigas pada umumnya.
1.
Lobster
Air Tawar Capit Merah (Redclaw)
Lobster air tawar capit merah (redclaw)
merupakan salah satu spesies endemik dari kelompok udang yang pada awalnya
hidup di habitat alam, seperti sungai, rawa, atau danau yang ada di kawasan
Queensland, Australia.
Secara khusus, ciri-ciri morfologi
Lobster air tawar capit merah adalah warna tubuhnya hijau kemerahan dengan
warna dasar bagian atas capit berupa garis merah tajam, terutama pada induk
jantan yang telah berumur lebih dari 7 bulan. Selain itu, memiliki duri-duri
kecil yang terletak di atas seluruh permukaan capit yang dilengkapi duri
berwarna putih di atas permukaan setiap segmen capit, telur berwarna kuning
kemerahan, dan memiliki masa pengeraman telur 32 -35 hari dengan suhu air 20–220
C.
Lobster air tawar capit merah dapat
hidup dan tumbuh pada suhu 2–370 C. Meskipun demikian, suhu air optimum yang
paling tepat untuk hidup dan tumbuh adalah 23-310 C. Sementara itu, toleransi
terhadap kandungan oksigen di dalam air adalah 1 ppm, keasaman 6-9,5, dan
amonia 1 ppm.
2. Lobster Air Tawar Yabbie
Lobster air tawar yabbie merupakan
salah satu spesies endemik yang menyebar luas di danau atau sungai yang
terletak di wilayah tropis hingga subtropis di beberapa negara bagian
Australia, seperti Melbourne, Adelaide, Alice Spring, Victoria, dan
Townsvilelle. Di wilayah-wilayah tersebut umumnya jenis lobster ini menempati
perairan yang kaya akan oksigen, tumbuhan, dan subtrat berlumpur atau berpasir.
Lobster air tawar yabbie memiliki
toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi oksigen terlarut sebesar 0,5 ppm dan
suhu air 8-300 C. Namun, metabolime tubuh, nafsu makan, dan pertumbuhannya
menjadi rendah jika dipelihara dalam wadah dengan suhu air kurang dari 160 C.
Yabbie membutuhkan kisaran suhu untuk pertumbuhan optimum antara 20-250 C.
biasanya yabbie menjadi induk saat berumur 6-7 bulan dengan bobot maksimum yang
ditemukan di habitat alam mencapai 300-400 gram dan panjang total sekitar 30
cm.
Lobster ini merupakan jenis omnivora,
walaupun memiliki kecenderungan menyukai tumbuhan, seperti daun dan ranting
pohon yang jatuh ke perairan. Kebiasaan lain yang dimiliki yabbie adalah
kemampuannya membuat tempat perlindungan dengan menggali lubang di dasar perairan
hingga kedalaman 2 meter. Kenyataan ini tentunya bisa menjadi faktor yang
mempersuliat pembudidaya.
3. Lobster Air Tawar Spesies Indonesia
Lobster air tawar spesies Indonesia
adalah spesies-spesies lobster air tawar yang hidup di habitat asli perairan
Indonesia, seperti danau, rawa, atau daerah aliran sungai (DAS), terutama yang
berlokasi di berbagai daerah di Propinsi Papua.
Berdasarkan berbagai penelitian dan
pengkajian yang telah dilaksanakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Badan Pengkajian Pengembangan Teknologi (BPPT), Lembaga Biologi
Nasional (LBN), serta laporan tahunan Dinas Perikanan Kabupaten Wamena tahun
2002, diperoleh informasi bahwa ada 12 spesies dan 1 subspesies lobster air
tawar yang terdapat di perairan Papua.
Dalam upaya pelestarian sumber daya
plasma nutfah habitat perairan Indonesia dan pengembangan teknik produksi
budidaya lobster air tawar dalam bentuk induk benih dan induk yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat, Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi telah melakukan
berbagai kegiatan perekayasaan. Kegiatan tersebut meliputi domestikasi induk
lobster asli Indonesia sesuai dengan kajian desain konstruksi wadah budidaya,
penanganan dan pengelolaan pakan, kualitas air, serta pengendalian penyakit.
VI.
JENIS DAN POLA MAKAN
Lobster air tawar termasuk hewan
pemakan segala (omnivora). Bahan-bahan makanan dari hewani dan nabati sangat di
sukainya. Lobster menyukai cacing-cacingan, seprti cacing sutera, cacing air,
cacing tanah, dan plankton. Setelah berhasil dikembangbiakkan diluar habitat
asalnya, ternyata lobster juga menyukai pakan buatan, seperti pelet.
Kebutuhan pakan lobster sebenarnya
sangat sedikit, yaitu hanya berkisar 2-3 gram per ekor lobster dewasa perhari.
Kebutuhan pakan tersebut di gunakan untuk pertumbuhan, pergantian sel-sel yang
sudah rusak dan perkembangbiakkan.
VII.
SISTEM PERKEMBANGBIAKAN
Pada umumnya lobster air tawar mulai
matang gonad pada 6-7 bulan. Selanjutnya, induk jantan dan betina akan bertelur
dan mengeraminya hingga menetas 1,5 bulan. Setiap kali bertelur ,jumlah anakan
yang menetas berkisar 150-800 ekor. Namun, ada jenis lobster yang mampu menghasilkan
telur hingga ribuan butir antara lain jenis Astacopsis gouldi dengan jumlah
telur sekali bertelur sekitar 4.000 butir.
Proses perkawinan biasanya terjadi
pada malam hari atau menjelang pagi. Proses perkawinan ini di perkirakan
sekitar 0,5-1 jam. Sekitar 10-15 hari setelah perkawinan telur akan mulai
tampak di bagian bawah badan lobster betina. Telur yang baru muncul tersebut
berwarna kuning kemudian dalam beberapa minggu akan berubah menjadi oranye dan
timbul bintik-bintik hitam sebelum menetas hingga telur tersebut menetas dan
menjadi benih. Benih atau anakan lobster akan mulai lepas 4-5 hari setelah
menetas.
VIII.
PERGANTIAN KULIT
Proses pergantian kulit di kenal
dengan istilah moulting. Umumnya pergantian kulit mulai terjadi pada
umur 2-3 minggu. Lobster muda lebih sering mengalami moulting di
bandingkan dengan lobster dewasa karena masih dalam masa pertumbuhan. Faktor
makanan berpengaruh pada percepatan moulting, karena makanan yang di
serap lobster berfungsi untuk membentuk jaringan material pertumbuhan. Selain
faktor umum dan makanan, faktor kualitas lingkungan juga bisa mempengaruhi
frekuensi moulting. Suplai oksigen, suhu air yang terlalu tinggi dan
adanya timbunan zat-zat beracun dalam air akan membuat pertumbuhan lobster
terlambat. Otomatis frekuensi moulting juga terlambat.
Pada
dasarnya moulting berfunsi untuk merangsang atau mempercepat
pertumbuhan. Moulting juga bisa mempercepat pematangan gonad pada
lobster. Dengan demikian lobster akan cepat menghasilkan telur. Selain itu,
pergantian kulit juga untuk menumbuhkan kembali bagian tubuh yang cacat.
IX.
SIFAT KANIBAL
Lobster
termasuk hewan yang suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat kanibal pada lobster
akan lebih nyata jika terjadi kekurangan makanan. Biasanya lobster akan
memangsa lobster yang sedang mengalami ganti kulit. Kemungkinan pemicu
munculnya sifat kanibal saat ada lobster yang ganti kulit adalah aroma yang
ditimbulkan oleh cairan pelican yang dikeluarkan lobster saat proses ganti
kulit sehingga memancing lobster lain untuk memangsanya.
PEMBENIHAN
DAN PEMBESARAN
A.
Pembenihan
1. Membedakan jantan dan betina
Sebelum melakukan pembenihan
pembudidaya lobster harus dapat mengetahui terlebih dulu perbedaan antara
lobster jantan dan betina. Cara membedakan kelamin yang paling muda adalah
menggunakan teknis visual dari atas.Lobster jantan dapat di lihat jika pada
capik sebelah luarnya terdapat bercak berwarna merah. Namun, tanda merah itu
baru muncul ketika lobster berumur 3-4 bulan atau setelah lobster berukuran 3
inc (7 cm). Tanda merah ini juga merupakan tanda lobster jantan telah siap
kawin (matang gonad). Sedangkan pada lobster betina di bagian yang sama tidak
tampak tonjolan (penis). Ciri lobster betina adalah terdapat lubang pada
pangkal kaki ketiga dari bawah (ekor). Lubang tersebut adalah kelamin lobster
betina dan tempat mengeluarkan telurnya.
2. Pemilihan induk
Pilih indukan yang berukuran di atas
4 inci (10 cm) atau berumur di atas 5-6 bulan karena lobster seperti ini akan
memiliki jumlah anakan cukup banyak.
Tips memilih calon indukan yang
berkualitas:
a. Pilih indukan yang pertumbuhannya
paling cepat di antara lobster-lobster yang lain
b. Beli indukan di tempat penjual
indukan yang telah bersertifikat
c. Perhatikan kelaminnya, jangan pilih
lobster yang ”banci”. Pasalnya ada indukan yang mempunyai indukan betina,
tetapi juga memiliki kelamin jantan (sering di sebut dengan lobster banci).
Lobster tersebut kemungkinan besar tidak bisa bertelur
d. Pilih lobster yang badannya gemuk.
Hindari memilih indukan yang kepalanya besar tetapi tubuh dan ekornya kecil.
Ciri tersebut menandakan lobster kurang makan.
e. Kawinkan lobster minimum ketika
berumur 4 inci atau kira-kira berumur 5-6 bulan. Semakin kecil (muda) lobster
di kawinkan, pertumbuhan anakannya akan selalu lambat. Misalnya, jika
mengawinkan lobster ukuran 3 inci (7,5 cm) dan 4 inci (10 cm) akan jauh lebih
cepat daripada yang 3 inci. Namun, bukan berarti ukuran tubuh anakan lobster 3
inci tidak bisa melebihi tubuh induknya. Lobster tersebut tetap bisa tumbuh
melebihi induknya tetapi prosesnya lebih lambat. Lobster ukuran 3 inci memiliki
jumlah telur
f. maksimum 50 butir, sedangkan lobster
berukuran 4 inci bisa menghasilkan telur 200 butir.
g. Calon indukan lobster berkualitas
bisa didapat dengan cara memisahkan lobster jantan dan betina ketika mereka
berukuran 2 inci (5 cm). Paling bagus baru di kawinkan setelah masing-masing
mencapai ukuran minimum 4 inci (10 cm).
h. Perlu juga diketahui asal usul
lobster atau keluarganya pilih jenis lobster yang murni dari spesies tertentu
agar pertumbuhan anakan lobster lebih baik
3. Mengawinkan Lobster
Gabungkan indukan jantan dan betina
lobster menjadi satu dalam suatu media akuarium yang berukuran 1x 0,5 meter
tinggi 25 cm bisa di masukan sekitar 5 lobster betina dan 3 lobster jantan.
Satu jantan prinsipnya mampu membuahi 30 betina tetapi dalam perkawinan di
akuarium digunakan 3 lobster jantan karena dalam perkawinan tersebut lobster
betina lebih dominan dalam memilih pasangan yang cocok sehingga jika hanya ada
1 ekor lobster jantan di dalam akuarium, kemungkinan ke 5 lobster betina untuk
kawin dan bertelur semua menjadi lebih kecil.
Kebiasaan lobster dalam melakukan
perkawinan saling mencari kecocokan. Ketika mengawinkan lobster, ukuran tubuh
lobster jantan dan betina tidak harus sama karena di habitat aslinya, lobster
jantan memang memiliki tubuh lebih besar daripada lobster betina.
Jika media perkawinan menggunakan
akuarium ukuran 1x 0,5 x 0,5 meter, letakan minimum 8 buah pipa paralon
berdiameter 2 inci dan panjang 15-20 cm, tergantung pada ukuran indukan.
Indukan berukuran 4 inci, panjang paralon yang di gunakan 15 cm dan indukan
dengan ukuran 5-6 inci panjang paralonnya 20 cm. Dua minggu setelah lobster
jantan dan betina di gabungkan biasanya sudah ada indukan bertelur.
Lobster dalam masa perkawinan akan
saling berhadap-hadapan membentuk formasi huruf Y. Lobster jantan akan
mengeluarkan sperma dan meletakannya di dekat pangkal ke dua kaki lobster betina.
Sperma tersebut berwarna putih, menggumpal, agak keras, dan larut ke air.
Setelah di buahi, lobster betina akan menyingkir dari lobster jantan sampai
perlahan-lahan mengeluarkan telurnya dari lubang pangkal kaki ketiga melewati
sperma lalu turun ke ekor atau abdomennya. Telur di kumpulkan didalam
abdomennya sambil ekornya menutup rapat selama seminggu pertama.
4. Pemindahan Induk Pengeraman dan
Penetasan Telur
Setelah minggu ke-2 atu ke-3 telur
baru dapat menempel dengan baik di kaki renangnya, dan si betina akan berjalan
keliling dengan ekor terbuka sehingga telurnya dapat terlihat. Dalam keadaan
seperti ini induk dapat dipindahkan dari akuarium perkawinan, ke kolam
penetasan yang berukuran 1x 2 meter, atau ke kolam penetasan masal menggunakan
kurungan keranjang. Resiko meletakan induk ke dalam akuarium adalah harus
memindah-mindahkan lagi, karena setelah satu bulan harus di pisah-pisahkan lagi
ke dalam akuarium
Ciri Ciri Proses Pematangan Telur :
a. Minggu kedua bentuk telur masih bulat
b. Minggu ketiga mulai terlihat dua
bintik hitam pada telur. Binitk hitam tersebut merupakan embrio
c.
Minggu
keempat, capit, sungut, dan kakinya mulai tumbuh. Pada fase ini, lobster masih
belum bisa mandiri. Jika fase ini telur rontok dari induknya kemungkinan besar
embrio tersebut akan mati. Ketika menempel di kaki renang induknya, ibunya akan
dengan telaten merawat embrio tersebut dengan cara menggoyang-goyangkan kaki
renangnya untuk memberikan oksigen pada anak-anaknya, sering kali si induk akan
merapikan telurnya menggunakan kaki jalannya.
d. Minggu kelima hampir seluruh kuning
telur sudah habis. Ketika, embrio mulai lepas satu persatu dari induknya untuk
mencari makanan sendiri. Meskipun sudah lepas, embrio bisa saja menempel ke
kaki renang induknya sehingga ketika anakan sudah lepas sekitar 70%, sisanya
sebanyak 30% yang masih menempel sebaiknya dirontokan saja karena di
khawatirkan naluri keibuannya sudah hilang akibat terlalu lama menggendong
telur.
Setelah bersih, si induk betina
dipindahkan ke akuarium lain untuk istirahat selama dua minggu sampai berganti
kulit. Tujuannya, jika berganti kulit, ukuran lobster menjadi semakin besar,
sehingga semakin banyak juga jumlah anakan yang dihasilkan pada penetasan
berikutnya karena semakin besar tubuh lobster betina, kapasitas penyimpanan
telurnya akan bertambah besar.
Semakin bertambah usia dan ukuran
lobster, jumlah telurnya terus bertambah, tetapi frekuensi bertelurnya menjadi
lebih jarang. Ketika sedang dalam masa istirahat panjang (1 bulan), ada
kemungkinan induk sudah matang gonad. Induk seperti ini dapat mengeluarkan
telur sendiri tanpa dibuahi. Namun, telur yang dihasilkan adalah telur kosong
sehingga ketika induk menggendong telur selama 1-2 minggu dan merasakan bahwa
telur yang digendongnya tidak ada pertumbuhan maka telur tersebut akan
dimakannya.
Apabila air ditempat perkawinan dan
air ditempat penetasan memiliki perbedaan suhu dan pH, letakan terlebih dulu
lobster yang sedang bertelur tersebut kedalam baskom yang diisi dari akuarium
perkawinan baru kemudian dipindahkan kekolam penetasan dengan dipercik-percikan
air kolam supaya suhu dan pH air di baskom stabil.
5. Pemeliharaan Benih
Setelah menetas, anakan lobster tidak
cocok diberi makanan dari jenis sayuran dan umbi-umbian sebaiknya merekan
diberi cacing sutera atau cacing beku sehingga bisa memacu pertumbuhan denga
baik. Jumlah pakan yang diberikan sebaiknya 3% dari berat badannya. Pada pagi
hari pakan yang diberikan sebanyak 2% dan sore hari 75%.
6. Kematian Benih Lobster
Kematian benih biasa dipicu oleh
kegagalan dalam pergantian kulit yang pertama kali. Meskipun demikian, perlu
diperhatikan adanya bahaya pencemaran racun yang bisa muncul, misalnya racun
bekas semprotan (fogging) Demam Berdarah Dengue (DBD). Maka dari itu
sebelum penyemprotan sebaiknya semua media ditutup dengan plastik, apabila
perlu matikan aeratornya.
7. Panen Benih
Dalam pemanenan benih berukuran 1-2
cm alat yang digunakan adalah ember plastik scoopnet berukuran 20 x 10
cm. Sementara itu saat yang baik untuk pemanenan adalah sebelum jam 9 pagi
berada dilingkungan terbuka, kualitas dan parameter air yang digunakan harus
sama dengan air dalam akuarium agar benih tidak menjadi stres. Sebaiknya air
yang digunakan berupa air baru, bukan dari akuarium karena biasanya telah
kotor. Perlu diketahui, tingkat sensitifitas benih berukuran 20 hari terhadap
perubahan lingkungan drastis lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lebih
besar.
8. Simulasi Usaha Pembenihan
Simulasi usaha yang dilakukan dilahan
pekarangan rumah dengan menggunakan bak tembok adalah sebagai berikut :
a) Luas keseluruhan 100 m2
- Lahan perawatan induk seluas 30 m2.
- Lahan pemijahan 20 m2.
- Lahan pembenihan 40 m2
- Lahan untuk tendon air dan
lain-lain 10 m2.
b) Wadah pembenihan berupa bak tembok
dengan ukuran 1 m x 1 m x 1 m sebanyak 35 bak
c) Sarana dan prasarana
1) Prasarana
- Pengadaan induk 30 pasang.
Perbandingan induk jantan dan betina 1 : 3.
- Perbaikan/pembuatan kolam.
- Pengadaan peralatan :
o Thermometer.
o pH meter
o Water heater.
o Pompa air dan aerator
2) Sarana
- Pakan
- Pakan induk berupa pellet dengan
kandungan protein 30% sebanyak 2-3% berat ikan. Frekuensi pemberian pakan
sebanyak 3 kali. Selama induk di kolam perawatan diberi pakan pelet dengan
penambahan pakan alami, seperti tauge dan cincangan wortel.
- Pakan larva berupa plankton dari
jenis daphnia, klorela, tubefix, rotifer sebanyak 1% dari berat biomas.
- Pakan benih berupa pakan alami,
seperti cacing.
d) Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
operasional 1 orang
e) Jumlah induk jantan 30 ekor dan
induk betina 90 ekor.
f) Frekuensi pemijahan 3 kali
setahun.
g) Jumlah benih yang dihasilkan dari
90 ekor induk betina yang bertelur 1.000 butir dengan SR 80% dan frekuensi
pemijahan 3 kali adalah 90 x 1.000 x 3 x 80% = 216.000 ekor per tahun.
h) Siklus periode pembenihan lobster
2-3 bulan.
B.
Pembesaran
Pembesaran
lobster air tawar bertujuan untuk mendapatkan lobster dewasa yang siap
dikonsumsi, untuk mendapatkan indukan dan untuk dijadikan lobster hias.
Pembesaran lobster sangat berhubungan dengan laju pertumbuhan. Semakin tinggi
laju pertumbuhannya, waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan lobster ukuran
konsumsi akan semakin pendek.
Pertumbuhan
pada lobster dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pertumbuhan mutlak dan
pertumbuhan nisbi. Pertumbuhan mutlak yaitu ukuran rata-rata yang dicapai oleh
lobster dalam satuan waktu tertentu. Sementara pertumbuhan nisbi didefinisikan
sebagai ukuran panjang apa berat yang dicapai dalam periode tertentu yang di
hubungkan dengan panjang atau berat pada awal periode tersebut.
Secara
umum, pertumbuhan di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi sifat genetis dan kondisi fisiologi.
Sementara faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media
pemeliharaan, antara lain kimia air, substrak dasar, suhu air, dan ketersediaan
pakan.
Dalam
pembesaran, pilih benih yang berjenis kelamin jantan saja karena pertumbuhannya
lebih cepat daripada yang betina apalagi ketika memasuki tahap pembesaran
energi yang dimiliki lobster betina tidak hanya untuk membesarkan dagingnya,
tapi juga untuk memelihara telurnya.
1.
Persiapan Kolam
Wadah
pembesaran lobster perlu dibersihkan dari zat beracun terutama bagian dasar
kolam umumnya, zat beracun berasal dari polutan pakan dan bangkai lobster pada
periode pemeliharaan sebelumnya. Untuk membersihkannya, lapisan tanah yang
berbau tersebut dikerok dan dibuang. Selanjutnya, kolam dikeringkan dan dipupuk
seperti pada persiapan pembenihan.
a.
Persiapan Instalasi/infrastruktur Kolam
Sebelum kolam diisi dengan benih,
sebaiknya sistem pemasukan dan pengeluaran air sudah bisa di operasikan. Jumlah
dan jenisnya perlu disesuaikan dengan jumlah benih yang akan ditebar. Sistem
aerasi dan sirkulasi air sudah dapat bekerja dengan baik.
b.
Persiapan Benih
Rekondisi pertama dilakukan dengan
mencipratkan air pada benih pada sebuah wadah, misalnya ember. Pencipratan
dilakukan pada seluruh tubuh benih, terutama insang. Kolam karantina diaerasi
kuat dan diusahakan kondisi kolam gelap (diberi penutup). Rekondisi dilakukan
selama 1-2 hari.
Sebelum menebar benih, hal-hal yang
perlu diperhatikan sebagai berikut;
1)
Cek kualitas air, terutama suhu, pH, dan DO. Pastikan suhu air berkisar 26-290C,
pH 7-8, dan DO sekitar 4 ppm
2)
Cek kondisi kolam jangan sampai masih ada kebocoran
3) Sistem aerasi sudah berjalan
dengan baik. Areator atau blower harus sudah dinyalakan 24 jam sebelum
ditebar
2.
Menebarkan Benih
Jika
media pembesaran berupa kolam semen, bagian atas kolam tersebut sebaiknya diaci
apa dikeramik atau paling tidak 10-20 cm bagian paling atas dari wadah
pembesaran harus dibuat licin. Untuk kolam tanah, bagian pinggirnya harus diberi
pagar dari karpet talang air selain itu, selang masuknya air atau kabel listrik
sebaiknya dimasukan ke dalam pipa paralon agar tidak dijadikan sebagai tempat
memanjat lobster.
Ukuran
benih yang akan ditebar sebisa mungkin seragam. Namun mendapatkan benih yang
demikian memang agak sulit. Oleh karenanya, perbedaan ukuran benih masih bisa
ditoleransi hingga tidak lebih dari 10 gram.
Tingkat
kepadatan dalam penebaran berkisar 5-10 ekor/m2 dengan masa pemeliharaan 6-8
bulan. Kepadatan tinggi dapat meningkatkan mortalitas atau memperlambat laju
pertumbuhan. Benih ditebar dengan cara meletakannya diatas permukaan kolam
tanah/ semen. Jangan sekali-kali menebar benih dengan cara dilempar karena
dapat merusak organ dalam dan organ luar.
3. Pemberian pakan
Lobster
adalah jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala. Sebaiknya, makanan untuk
lobster diberikan dalam kondisi mentah, baik itu sayuran maupun daging. Lobster
makan didasar kolam, sehingga makanan harus ditenggelamkan ke dasar kolam.
Pakan lain yang cuckup baik di beri untuk lobster adalah daging, cacing sutera
dan blood worm. Namun, jika cacing sutera atau cacing tanah diberikan
harus ada perlakuan khusus.Ketika baru diambil dari sungai atu baru dibeli dari
pedagang harus diendapkan terlebih dahulu selama satu hari. Tujuannya agar
cacing membuang kotoran didalam perutnya sehingga yang tersisa hanya dagingnya.
Para pembudidaya pemula disarankan menggunakan cacing beku untuk pakan
lobster-lobsternya.
Dalam
sehari, pakan yang diberikan sebanyak 3% dari berat badan lobster. Pakan
tersebut diberikan dua kali sehari, yakni pagi hari pukul 07.00 - 10.00 pakan
sebnayak 25% dan sore hari pada pukul 17.00 sebanyak 75%. Persentase pemberian
makan malam lebih banyak karena lobster termasuk hewan nokturnal yang aktif
pada malam hari.
Cara
lain untuk mengetahui jumlah pakan yang akan diberikan adalah dengan menetapkan
target pertumbuhan yang diinginkan secara periodikal, kemudian menghitung
kebutuhan pakan yang menunjang pertumbuhan tersebut. Cara ini sangat bermanfaat
untuk mengetahui secara logis antara pertumbuhan dengan pakan yang dapat
dijadikan pola yang lebih terukur.
4. Pertumbuhan Benih
Pertumbuhan
erat kaitannya dengan konsumsi pakan, lingkungan tumbuhan dan faktor genetis.
Pemberian pakan memegang peranan yang paling tinggi. Dengan pemberian pakan
yang sesuai, pertumbuhan lobster bisa diprediksi. Semakin besar atau
bertambahnya umur lobster, tingkat pertumbuhannya akan semakin menurun
(persentase pertumbuhannya semakin kecil).
5. Pencegahan Hama dan
Penyakit
Meskipun
lobster air tawar termasuk tahan terhadap serangan hama dan penyakit karena
kulitnya yang keras dan tebal, tetapi kewaspadaan tetap saja diperlukan.
Beberapa penyakit yang sering menyerang lobster dan menyebabkan kematian adalah
sebagai berikut :
1)
Saprolegnia dan Achyla
Kedua pathogen ini menyerang jaringan
luar lobster dan menyerang telurnya. Mereka dapat menghambat pernapasan lobster
sehingga telur akan mati dan tidak menetas. Tanda lobster terserang penyakit
ini adalah pada tubuhnya ditumbuhi sekumpulan benang halus seperti kapas.
Cendawan ini menyebabkan nafsu makan lobster menurun dan akhirnya mati. Cara
mengatasi Saprolegnia sp adalah dengan merendam lobster yang terinfeksi
ke dalam Malachite Green 2-3 ppm selama 30-60 menit.
2)
Cacing jangkar
Cacing Lernea cyprinacea dan Lernaea
carasii menembus jaringan tubuh dengan kaitnya yang menyerupai jangkar.
Bagian insang pada lobster yang terjangkit tampak dihuni cacing dan terdapat
cairan atau lender yang memanjang. Akibatnya, lobster kekurangan darah
kehilangan bobot tubuh, dan kemudian mati. Cacing jangkar dapat diatasi dengan
merendam lobster yang terinfeksi kedalam larutan garam (20 gram garam
dilarutkan ke dalam 1 liter air) selama 10-20 menit.
3)
Argulus foliaceus
Serangan argulus pada lobster
ditandai dengan adanya bintik merah pada tubuh. Racun argulus ini menyebabkan
kematian pada lobster akibat anemia dan kehilangan banyak darah. Racun yang
melukai kulit bisa mengundang infeksi saprolegnia yang semakin menambah
penderitaan lobster. Penyakit ini bisa diatasi dengan merendam lobster kedalam
1 mililiter Lysol yang dilarutkan dalam 5 liter air selama 15-60 detik. Setelah
itu, rendam lobster ke dalam sodium permanganate sebanyak 1 gram yang
dilarutkan dalam 100 liter air selama 1,5 jam. Pemberiaan Neguvon, Masoten, dan
Lindane dilakukan jika serangan telah mencapai stadium puncak karena ketiganya
bersifat racun yang justru bisa membahayakan lobster.
4)
Larva cybister (ucrit)
Larva cybister (ucrit) adalah
hewan yang bentukya seperti ulat, tubuhnya berwarna agak kehijauan, dan
panjangnya dapat mencapai 2 cm. hewan ini memiliki gigi taring yang terletak di
kepala sebagai alat untuk menggigit mangsanya. Sementara di bagian tubuh
belakang, ucrit memilik alat penyengat. Meskipun demikian tubuhnya kaku, tetapi
gerakannya terbilang cepat. Dilihat dari jenis darahnya, larva cybister termasuk
hewan berdarah putih.
5)
Linsang
Linsang atau sero adalah hewan
berkaki empat, berbulu, dan berekor panjang. Tubuhnya mirip kucung, tetapi
ukurannya lebih panjang. Bila terkena sinar, matanya mengeluarkan cahaya
berwarna biru. Hewan ini banyak ditemukan di daerah kaki gunung atau daerah
berbukit. Tempat persembunyian sero sangat susah ditemukan.
Sejauh ini, pemberantasan sero masih
sulit dilakukan karena sangat susah ditangkap. Selain itu, penciumannya juga
sangat tajam, meskipun dipancing dengan ikan dan lobster yang sudah diberi
racun. Hanya pencegahan yang baru bisa dilakukan dengan yang dibuat mendadak.
Pencegahan lainnya dengan memagar areal kandang, tetapi cara ini membutuhkan
biaya yang sangat besar.
6.
Penyaing
Golongan penyaing (kompetitor) adalah
hewan yang menyaingi lobster air tawar dalam hicdupnya, baik mengenai pakan
maupun ruang untuk bergerak. Keberadaan kompotitor dikolam akan membuat bias
dalam perhitungan FCR. Jumlah pakan yang diberikan ternyata tidak seluruhnya
dikonsumsi oleh lobster air tawar. Penyaing ikut memanfaatkan pakan yang di
tebar oleh pembudidaya. hitungan FCR menjadi lebih tinggi.
Beberapa jenis penyaing yang sering
hidup bersama lobster air tawar dikolam itu yaitu bangsa siput, seperti
trisipan dan concong, ikan liar seperti mujair, ketaman-ketaman serta udang
kecil-kecil.
Untuk mengendalikan beberapa
kompetitor ini, perlu dilakukannya upaya pemberantasan agar tidak bersaing
dalam mendapatkan pakan dengan lobster air tawar. Berikut ini adalah cara yang
bisa dilakukan dalam pemberantasan kompotitor:
a) Biji Teh
Bungkil biji teh adalah ampas yang
dihasilkan biji teh yang diperas minyaknya. Sejauh ini, biji teh banyak
diproduksi dicina. Kadar saponin dalam setiap bungkil biji teh tidak sama
tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per hektar kolam, sudah
cukup relatif mematikan ikan liar atau buas tanpa mematikan lobster air tawar
yang dipelihara.
Dosis yang digunakan sekitar 200-250
kg/ha kolam. Sebelum ditebar, volume air dalam kolam dikurangi hingga 1/3-nya
saja. Dengan demikian, dosis yang digunakan saponin menjadi lebih encer.
Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif jika dilakukan pada siang hari, pukul
12.00 atau 13.00
Sebelum digunakan, bungkil ditumbuk
dulu menjadi tepung, kemudian direndam didalam air selama beberapa jam atau
semalam. Setelah itu, air tersebut dipercik-percikan kedalam tambak, sementara
menabur bungkil, aerasi dalam kolam dihidupkan agar saponin teraduk merata. Hal
yang perlu di antisipasi yaitu air buangan yang telah diberi saponin. Air
buangan dipastikan telah bebas dari residu saponin karena bila tidak, bisa
bersifat racun bagi lingkungan sekitar.
b) Rotenon dari akar deris (tuba)
Akar deris dari alam mengandung 5-8%
Rotenon.Akar yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenone. Zat ini dapat
membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan lobster air tawar
tidak jauh berbeda.
c) Nikotin
Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat
diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/ha. Selain nikotin, kompetitor
dapat di berantas dengan sisa-sisa tembakau berdosis 200-400 kg/ha. Sisa
ditebarkan dikolam sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi setinggi
10 cm. Setelah ditebarkan, sisa tembakau dibiarkan selama 2-3 hari agar racun
nikotinnya dapat membunuh kompetitor. Sementara airnya dibiarkan sampai habis
menguap selama 7 hari. Setelah itu, kolam dialiri lagi tanpa dicuci dulu sebab sisa
tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
7.
Penyaing
Tidak ada salahnya juga, hama seperti
tikus air, burung, dan kucing juga harus diwaspadai. Perlu diketahui bahwa
kematian lobster umumnya tidak murni disebabkan oleh serangan hama dan
penyakit. Kegagalan dalam pergantian kulit (moulting) pertama dapat mematikan
lobster. Insang pada lobster yang memaksakan diri untuk berganti kulit biasanya
akan lepas dan lobster akan mati seketika itu juga. Hal ini bisa diatasi dengan
meningkatkan pasokan oksigen terlarut dalam air. Terutama sebelum dan sesudah
pergantian kulit berlangsung.
8.
Pencagahan
Beberapa cara yang dilakukan untuk
mencegah adanya serangan hama di lokasi pembudidayaan lobster air tawar sebagai
berikut :
a)
Mengeringkan bak atau kolam yang akan digunakan sehingga hama-hama mati.
b)
Melakukan pengapuran pada saat persiapan kolam atau bak.
c)
Memasang saringan pada pintu masuk sehingga hama tidak masuk ke kolam.
d)
Melakukan filterisasi, yakni air yang masuk ke areal kolam harus melalui filter
terlebih dahulu sehingga bibit-bibit hama yang masih kecil dapat tertahan
oleh filter tersebut.
e)
Memberantas hama, baik secara mekanik, biologis, maupun secara kimiawi.
f) Memberi pagar pada seputaran areal
kolam setinggi 60 cm. Bahan pagar yang digunakan yaitu seng, semen, atau
jaringan.
Sementara upaya pencegahan terhadap
datangnya serangan penyakit dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a)
Mengeringkan kolam atau bak untuk memotong siklus hidup penyakit.
b)
Mengapur kolam sebelum penebaran benih sehingga dapat membunuh hama dan
penyakit, selain itu juga dapat meningkatkan pH.
c)
Menjaga kualitas air agar parameternya tetap pada kondisi normal.
d)
Menjaga kebersihan sekitar areal perkolaman
e)
Melakukan penebaran dengan padat tebar yang optimal dan ukuran yang seragam
untuk menurunkan tingkat kanibalisme.
f)
Melakukan penanganan yang baik agar tidak menimbulkan luka pada tubuh lobster.
g) Menghindari masuknya
binatang-binatang pembawa penyakit, seperti burung, dan siput.
9.
Pemanenan
Pemanenan lobster air tawar dilakukan
ketika ukurannya telah mencapai ukuran standar yang diminta pasar. Saat ini,
ukuran yang banyak diminta pasar sekitar 10-12 ekor/kg atau 85-100 gram.
Semakin besar ukuran, semakin dicari oleh pasar. Permintaan pasar oleh lobster
air tawar tidak hanya semata-mata hanya pada ukuran. Keutuhan capit juga
menjadi syarat yang mutlak untuk diterima pasar. cara memanen lobster
tergantung pada sistem kolam yang digunakan.
1) Pemanenan pada kolam sistem monik
Kolam sistem monik memiliki saluran
pembuangan dari papan. Sementara pada bagian dasarnya memiliki kemalir yang
kedalamnya melebihi dasar kolam lainnya. Jenis kolam ini bisa digunakan untuk
pembenihan maupun pembesaran lobster air tawar. Cara pemanennya sebagai berikut
;
a) Pasang saringan didepan pintu
pengeluaran (monik).
b) Cabut papan monik yang paling atas
dan biarkan airnya terbuang hingga mencapai ketinggian papan dibawahnya. Cabut
papan kedua dan biarkan air terbuang.
c) Siapkan ember yang telah berisi
air. Sebaiknya ember diisi dengan air yang berasal dari kolam agar suhu dan pH
nya sama ketika dipindahkan, bibit tidak terlalu stres.
d) Sambil menunggu air surut, angkat
subtract. Bibit-bibit akan menempel pada subtract. Masukan subtract dengan
bibit kedalam ember.
e) Jika telah penuh dengan subtract,
pindahkan bibit beserta dengan subtractnya ke hapa yang dipasang tidak jauh
dari tempat pemanenan.
f) Bila airnya sudah surut lagi,
cabut papan ketiga agar airnya lebih surut. Biasanya bibit yang tidak menempel
pada subtract akan berkumpul di kemalir. Tangkap sisa bibit tersebut
menggunakan scoop net, lalu masukan keember atau ke hapa.
2) Pemanenan di kolam bersistem
sipon.
Adapun tahap pemanenan lobster air
tawar sistem sipon sebagai berikut
a) Cabut pipa PVCD yang menghubungkan
saluran pembuangan mendatar. Air akan keluar dengan sendirinya.
b) Pada pintu saluran pembuangan
didalam kolam pasang saringan dari jaring agar bibit atau ukuran konsumsi tidak
ikut terbuang bersama air.
c) Sambil menunggu air surut, ambil
subtract yang terisi oleh lobster air tawar dan masukan kedalam ember
d) Jika embernya penuh, pindahkan
lobster tersebut kedalam tempat penampungan.
3) Pemanenan pada kolam Jenis Lain
Kolam jenis lain disini yaitu kolam
dengan sistem pembuangan selain sistem sipon dan monik. Biasanya, kolam ini
tidak memiliki sistem pembuangan yang baik oleh karenanya, cara pemanenan
lobster pada kolam ini sedikit berbeda dengan jenis kolam lainnya. Adapun cara
pemanenan pada kolam sebagai berikut ;
a. Sambungkan selang pada mesin pompa
dan ujung selang dipasang jaring atau kawat ram
b. Masukan ujung selang kedalam dasar
dan hidupkan pompa
c. Ketika air sudah mulai surut,
ambil lobster beserta subtractnya dan masukan kedalam ember.
d. Jika embernya penuh, pindahkan
lobster tersebut kedalam penampungan
KEPUSTAKAAN
Cholik,
F., A.G Jagatraya, R.P Poernomo, dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur. MPN dan
TAAT. Jakarta 415 hal
Ditjen
PK2P. 2004. Direktori Ikan Hias. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta 150 hal
Lukito,
A. dan S. Prayogo. 2002. Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta 291
hal
Saparinto,
C., 2010. Usaha Ikan Konsumsi. Penebar Swadaya. Jakarta 171 hal
Setiawan,
C., 2006. Teknik Pembenihan dan Cara Cepat Pembesaran Lobster Air Tawar. Agromedia
Pustaka. Jakarta 88 hal
Sukmajaya,
Y. dan I. Suharjo. 2003. Lobster Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta
56 hal
Wijayanto, R.H. dan
R. Hartono. 2003. Merawat Lobster Hias di Akuarium. Penebar Swadaya.
Jakarta 63 hal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar