Estuari
merupakan suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan
masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran
antara air tawar dan air laut.
Salah satu
bagian wilayah pesisir yang memiliki tingkat kesuburan cukup tinggi adalah
estuaria (muara sungai). Daerah ini merupakan ekosistem produktif yang setara
dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai
sumber zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam sehingga proses
fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun, serta sebagai tempat terjadinya
fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang surut. Kondisi ekosistem yang
produktif ini kemudian menjadikannya sebagai salah satu wilayah yang memiliki
tingkat produktifitas tinggi. Produktifitas merupakan suatu proses produksi
yang menghasilkan bahan organik yang meliputi produktifftas primer ataupun
sekunder. Produktifitas primer pada wilayah estuaria dapat di artikan sebagai
banyaknya energi yang diikat atau tersimpan dalam aktifltas fotosintesis dari
organisme produser, terutama tanaman yang berklorofil dalam bentuk-bentuk
substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Produktifftas ini
dilakukan oleh organisme ‘outotroph’ seperti juga semua tumbuhan hijau
mengkonversi energi cahaya ke dalam energi biologi dengan fiksasi
karbondioksida, memisahkan molekuler air dan memproduksi karbohidrat dan
oksigen.
Estuari
merupakan wilayah yang sangat dinamis (dynamics area), rentan terhadap
perubahan dan kerusakan lingkungan baik fisik maupun biologi (ekosistem) dari
dampak aktifitas manusia di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut
secara berlebihan (over-exploited). Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi
sumber kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wilayah estuaria antara lain:
a. Semakin meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di
darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wilayah
estuaria. Llaju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui aliran sungai bisa
dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses kerusakan pada wilayah
lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kondisi pada wilayah lahan atas.
Sedimen yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut,
karena dapat menutupi tubuh biota laut terutama bentos yang hidup di dasar
perairan seperti rumput laut, terumbu karang dan organisme lainnya. Meningkatnya
kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh orgnisme untuk
pemapasan atau berfotosintesis. Banyak-nya sedimen yang akhirnya terhenti atau
terendapkan di muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara
keseluruhan, seperti terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara
sungai, terbentuknya delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan
dan biota-biota di muara sungai.
b. Pola
pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya dukung produktifitas
pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya perikanan,
sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat tekanan dan menyebabkan
menurunnya produktifitasnya
c. Meningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan Industri, pemukiman, pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan
aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah estuaria. Lebih dan 80% bahan
pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan
manusia di darat UNEP (1990).
d. Kegiatan-kegiatan kontruksi yang berkaitan
dengan usaha pertanian, seperti pembuatan saluran
irigasi, drainase dan penebangan hutan akan mengganggu pola aliran alami daerah
tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air.
Pengurangan debit air yang di alirkan bagi irigasi, dapat mengubah salinitas
dan pola sirkulasi air di daerah estuaria danmenyebabkan jangkauan intrusi
garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada
sebagian ekosistem perairan pantai itu sendiri, juga pada ekosistem daratan di
sekitar perairan tersebut sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.
Ancaman terhadap ekosistem estuaria memilki dampak yang sangat
besar terhadap kehidupan organisme yang berada pada daerahtersebut. Ancaman
ekosistem estuaria di antaranya adalah ancamanpendangkalan, pencemaran, dan
ancaman Eutrofikasi. Setiap ancamanmemiliki solusi dan penaggulangan
masing-masing. Sepertipenanggulangan Pendangkalan di lakukan dengan cara
reboisasi gunungtandus agar tidak terjadi erosisi yang dapat mempercepat laju
sedimentasidan mengakibatkan pendangkalan. Ancaman pencemaran di
tanggulangidenga beberapa cara di antaranya sosialasi kepada masyarakat
akanpentingnya ekosisitem estuaria sehingga masyarakat tidak membuangsampah di
daerah estuaria. Penanggulangan Eutrofikasi di negara-negaramaju masyarakat yang sudah
memiliki kesadaran lingkungan ( green
consumers ) hanya membeli produk
kebutuhan rumah sehari -hari yang mencantumkan label"phosphate free"
atau "environmentally friendly". Cara lain yang harus
ditempuh adalah:
1. Memperbaiki Daerah Lahan Atas (up-land)
Upaya yang
dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada ekosistem perairan
wilayah estuaria yaitu dengan menata kembali sistem pengelolaan daerah atas.
Khususnya penggunaan lahan pada wilayah daratan yang memiliki sungai. Jeleknya
pengelolaan lahan atas sudah dapat dipastikan akan merusak ekosistem yang ada
di perairan pantai. Oleh karena itu, pembangunan lahan atas harus
memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah
pesisir. Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap,
budidaya atau konservasi maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif.
Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang
memerlukan kualitas perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak
diperkenankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan
pencemaran atau limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui
pengolahan terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
2. Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
2. Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
Wilayah estuaria yang berfungsi
sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk berlindung dan mencari makan
serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh karenanya di dalam pemanfaatan
sumberdaya perikanan khususnya di wilayah estuaria diperlukan tindakan-tindakan
yang bijaksana yang berorientasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan sebaiknya memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying
capacity).
3. Konsenvasi Hutan Mangrove
Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuaria
sangat penting, karena selain mempunyai fungsi ekologis juga ekonomis. Secara
ekologis hutan mangrove adalahsebagai penghasil sejumlah besar detritus dari
serasah, daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground) dan
sebagai tempat pemijahan (spawning ground). Secara fisik, hutan mangrove dapat
berperan sebagai filter sedimen yang berasal dari daratan melalui sistem
perakarannya dan mampu meredam terpaan angin badai. Secara ekonomis, dalam
konser-vasi hutan mangrove juga akan diperoleh nilai ekonomis sangat tinggi.
Nilai ekonomi total rata-rata sekitar Rp 37,4 juta/ha/tahun yang meliputi
manfaat langsung (kayu mangrove), manfaat tidak langsung (serasah daun,
kepiting bakau, nener bandeng ikan tangkap dan ikan umpan), option value dan
existence value. Upaya konservasi tersebut juga mempunyai nilai dampak positip
terhadap sosial-ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah
estuaria, yaitu mampu memberikan beberapa alternatif jenis mata pencaharian dan
pendapatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar