I. PENDAHULUAN
Pembangunanan Perikanan dan Kelautan merupakan
bagian integral dari pembangunanan ekonomi secara keseluruhan dan harus
menunjang terwujudnya perekonomian yang maju, efisien dan tangguh yang dicirikan
oleh kemampuan dalam mensejahterakan petani tambak dan nelayan sekaligus
meningkatkan kemandirian serta kemampuannya dalam mendorong sektor perikanan
pada umumnya.
Pembangunan
Perikanan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan
nelayan. Salah satu upaya yang ditempuh untuk mewujudkan harapan tersebut
adalah meningkatan produksi dan produktifitas usaha perikanan untuk mencapai
swasembada pangan berprotein dalam rangka meningkatkan pendapatan sekaligus
perbaikan gizi keluarga. Peningkatan produksi perikanan dapat dilakukan melalui
kegiatan penangkapan dan yang terpenting adalah kegiatan budidaya. Dalam hal
ini usaha budidaya udang merupakan salah satu alternatif yang penting, karena
dapat memanfaatkan potensi lahan yang tersedia secara optimal dan menguntungkan
serta memperhatikan kelestarian sumbernya.
Pembangunan usaha perikanan budidaya dituntut
maju dan berkembang luas. Beranjak dari tahun 2009 produksi perikanan budidaya
secara nasional sebesar 70 % setiap tahunnya guna mencapai target produksi yang
diharpkan mencapai 353 % pada tahun 2014. Pengembangann usaha perikanan
budidaya sangat tergantung kepada ketersediaan induk unggul dan benih
berkualitas.
Potensi
sumberdaya perikanan budidaya cukup besar dengan aneka jenis ikan dan biota air
laut yang bernilai ekonomis memungkinkan untuk dibudidayakan, namun demikian
pemanfaatanya belum dimaksimalkan sepenuhnya sehingga kontribusi terhadap
pembangunan dan perekonomian pada umumnya serta peningkatan taraf hidup
masyarakat petani ikan secara khusus belum optimal.
Negara
Republik Indonesia
dengan iklim tropis memiliki potensi sumberdaya perikanan budidaya yang cukup
besar, baik untuk pengembangan usaha air payu maupun air laut. Sebagai negara
kepulauan dengan garis pantai sepanjang lebih dari 81.000 km, mempunyai areal
yang potensial dalam pengembangan perikanan, khususnya untuk peningkatan
produktifitas budidaya air payau seluas lebih kurang 913.000 hektar. Potensi
lahan yang sedemikian luas ini sudah selayaknya dapat dimanfaatkan secara
efektif dan efisien didalam usahah budidaya.
Secara
alami tambak di Indonesia dapat menghasilkan antara 400 – 700 kg udang tanpa
input produksi yang berarti, hal ini dapat dilakukan penebaran setiap hektarnya
2 (dua) kali dalam satu tahun. Dengan harga udang yang mencapai berkisar antara
10 – 12 US $ per kg, keuntungan yang
seharusnya diperoleh petani sangat menjanjikan. Luas lahan potensial bagi
pengembangan tambak di Indonesia dewasa
ini telah dibangun kurang lebih 300.000 ha tambak dan hanya 30 % yang
dioperasionalkan karena salah satu masalah fital adalah serangan Virus SEMBV
dan cukup mematikan saat umur udang 1,5 bulan pemeliharaan. Pada umur udang
seperti ini bagaimanapun penerapan tingkat teknologi, kematian masal akan
sangat merugikan karena ukuran udang belum layak jual sedangkan input produksi sudah
cukup banyak secara finansial.
Analisa
usaha Perikanan Budidaya bertujuan untuk mengetahui gambaran secara jelas modal
atau investasi yang diperlukan untuk operasional suatu usaha kegiatan produksi
tambak per musim tanam atau dalam satu tahun. Secara garis besar petani atau
pelaku usaha perikanan dapat mengetahui penerimaan dan keuntungan yang
diperoleh serta beberapa lama kemungkinan modal investasi tersebut dapat
dikembalikan.
II. PERMASLAHAN DI LAPANGAN
Beberapa aspek yang menyebabkan hasil budidaya
tambak tidak maksimal, salah satu isu strategis adalah terbatasnya Pengetahuan
dan Teknologi budidaya yang dimiliki bagi para petani tambak itu sendiri.
Keterbatasan pengetahuan dan teknologi ini berakibat pada kesulitan mereka
untuk dapat meningkatkan hasil produksi tambak persatuan luas. Hal ini menjadi
cerminan bagi petugas Perikanan dalam hal penyeberluasan/penyuluhan bagi petani
tambak. Beberapa kemungkinan penyebab
keterbatasan pengetahuan dan
teknologi petani tambak adalah :
ü Terbatasnya
jumlah dan kapasitas pengetahuan tenaga pendamping yang dimiliki oleh Dinas
terkait ( Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Diklat Dll) dalam melakukan
penyuluhan budidaya di lapangan.
ü Kurangnya/terputusnya
koordinasi dari Instansi terkait dalam melakukan sosialisasi setiap Teknologi
baru yang dihasilkan.
ü Secara umum petani tambak mempunyai
keengganan untuk menerima teknologi budidaya baru, yang belum
dipraktekkan/dilihat secara langsung oleh petani di daerah tempat usahanya. Hal
ini disebabkan karena adanya ketakutan dan keraguan mengenai tepat tidaknya
teknologi tersebut dalam meningkatkan produktivitas usahanya. Oleh karena itu
perlu dilakukan Diseminasi teknologi budidaya bagi petani oleh petugas
perikanan.
ü Kurangnya
modal yang dimiliki petani untuk memenuhi secara infrastruktur (Jalan Inspeksi,
saluran Main Canal umum, Pintu pengendali umum, Drainase umum), sebagai
konsekuensi dari penggunaan teknologi baru tersebut.
Adapun
faktor-faktor yang mendukung produktifitas budidaya tambak antara lain :
ü Potensi
sumberdaya perikanan budidaya cukup besar dengan aneka jenis ikan dan biota air
laut bernilai ekonomis (Udang, Ikan kerapu, rumput laut dll) yang memungkinkan
untuk dibudidayakan.
ü Lahan
untuk usaha budidaya yang tebentang luas di di perairan pantai Indonesia.
ü Sumber
daya manusia serta tenaga kerja yang
relative banyak dan murah.
III. BIAYA DAN PENDAPATAN
USAHA
a. Biaya-Biaya
Secara
umum biaya adalah sesuatu atau sejumlah uang yang dikeluarakan/dikorbankan guna
mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut dapat diartikan sebagai pengorbanan
barang atau jasa. Adapun dilihat secara khusus biaya tersebut dapat dibagi menjadi
2 (dua) investasi yaitu Biaya Tetap (fixed cost) dan Biaya Variabel (variable
cost). Biaya Tetap merupakan biaya yang
besarnya tidak akan dipengaruhi oleh tingkat operasi pada periode waktu
tertentu. Biaya ini harus dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan teknis meskipun
tidak operasional (sedang tidak operasional). Biaya ini selalu dihubungkan
dengan usia teknis sarana atau prasarana yang dipakai serta umur pakai yang
berlaku lebih dari satu tahun penggunaannya. Adapun biaya tetap dalam kaitan
dengan pemeliharaan udang dan ikan ditambak adalah semua biaya yang dikeluarkan
untuk penyediaan peralatan-peralatan yang akan dipergunakan untuk operasional
budidaya tersebut, misalnya : sewa tambak, pompa air, perbaikan konstruksi
tambak, pembuatan pintu air, mekanisasi lainnya (kincir), peralatan
laboratorium, peralatan sampling, peralatan panen dll.
Biaya Variabel merupakan biaya yang
besarnya bervariasi mengikuti secara proposional dengan jumlah produk yang
dihasilkan, biaya variabel akan nol/tidak ada apabila produksinya nol atau tidak
dilakukan kegiatan usaha. Biaya variabel ini adalah biaya yang habis dalam satu
periode pemeliharaan. Pembiayaan tergantung dari tingkat produksi yang akan
dihasilkan serta tingkat teknologi yang diterapkan (tradisionil, teknologi
madya serta teknologi intensif).
b. Pendapatan Usaha
Pengertian Pendapatan Usaha
merupakan hasil penjualan produk yang hampir semuanya jenis ikan atau udang.
Dari tingkat usaha ada 3 indikator untuk mengukur tingkat keuntungan yaitu :
Keuntungan Operasional, Pendapatan Bersih dan Keuntungan bersih.
Keuntungan Operasional
diartikan sebagai perbedaan antara pendapatan kotor dengan biaya variabel.
Keuntungan Operasional yang positif akan menjamin kelangsungan operasional
kegiatan usaha tambak dalam jangka pendek.
Pendapatan Bersih
diartikan sebagai pendapatan yang diperoleh dengan mengurangi biaya tetap
kedalam keuntungan operasional. Besarnya pendapatan bersih ini akan bisa
dipergunakan untuk apa saja tanpa mempengaruhi operasional jangka panjang. Keuntungan Bersih dihitung dari pendapatan
kotor dikurangi dengan biaya total. Keuntungan bersih ini dianggap sebagai
indicator keuntungan dan prospek operasi dalam jangka panjang.
Keuntungan bersih
adalah syarat utama yang akan menjamin pengoperasian tambak dalam jangka
panjang. Pengertian pendapatan bagi para petani tambak adalah dari hasil
penjualan produknya (ikan atau Udang). Dengan jalan mengalikan hasil produksi
dengan harga jual akan diperoleh
pendapatan hasil. Adapun
pengertian keuntungan bersih, adalah pendapatan hasil dikurangi dengan
pengeluaran biaya variabel.
Sedangkan dalam menghitung tingkat
keuntungan bersih dalam usaha budidaya ini dapat diketahui dengan menghitung
besarnya pendapatan (Produksi x Harga Jual) dikurangi dengan Biaya Total (Biaya
penyusutan + biaya operasional). Sehingga dapat diketahui berapa besar tingkat
keuntungan yang dicapai pada tahun tersebut. Perhitungan ini dipergunakan untuk
kelanjutan usaha pada tahap berikutnya. Oleh karena itu dalam menentukan
tingkat usaha, kita harus mengetahui berapa besar keuntungan yang dapat dicapai
melaui perhitungan Rugi – Laba.
IV. ANALISA EKONOMI
Ada
beberapa metode penilaian investasi yang tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah usaha tersebut dapat dikatakan layak usaha atau tidak untuk dilanjutkan/diteruskan.
Karena dalam analisa ekonomi ini akan diketahui keadaan yang mencerminkan
perkembangan usaha, terutama untuk masa jangka panjang, terlihat adanya
perekembangan finansiilnya. Adapun analisa keuangan yang dipergunakan pada
umunya adalah :
1. Analisa Payback Period
2. Analisa Benafid Cost Ratio (BCR)
3. Analisa Break Even Point/titik
impas (BEP)
4. Analisa Internal Rate of Return
(IRR)
5. Analisa Financial Rate of Return
(FRR)
6. Analisa Payback Period of
Credit)
Payback Period adalah suatu
metoda yang menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang
dikeluarkan/tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya.
Metode ini diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan
menggunakan aliran kas netto. Dalam perhitungan harus diketahui berapa besar
dana yang dikeluarkan (Biaya Tetap + Biaya Operasional), kemudian berapa besar
pendapatan yang diperoleh dalam masa.periode pemeliahraan di tambak.
Benafid Cost Ratio (BCR)
adalah perbandingan antara total pendapatan selama masa tertentu (besarnya
manfaat) dengan capital out lay. Besarnya nilai BCR akan menunjukkan tingkat
keuntungan yang dicapai. Apabila BC ratio lebih dari 1,0 (satu), maka usaha
yang dijalankan adalah layak untuk diusahakan/dapat diteruskan.
Break Even Point/titik impas (BEP) adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara Biaya Tetap, Biaya Variabel, Keuntungan dan Volume Kegiatan. Oleh Karena
itu analisa ini dalam perencanaan keuntungan merupakan Profit Planning Aproach
yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (Cost) dan penghasilan/pendapatan
(Revenue).
Internal Rate of Return (IRR) adalah sebagai tingkat bunga yang
akan dijadikan jumlah nilai sekarang dari proceeds yang diharapkan akan
diterima sama dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal. Metode
penilaian ini dinyatakan dengan prosentase yang menunjukkan kemampuan
memberikan keuntungan bila dibandingkan dengan tingkat bunga umum yang
berlakupada saat usaha tersebut direncanakan. Hal ini selalu dengan coba-coba
(trial and error) dalam menentukan tingkat bunga yang tepat. Biasanya IRR ini
dipergiunakan dalam perhitungan analisa usaha untuk proyek yang besar.
Financial Rate of Return (FRR) adalah tingkat pengembalian modal dalam satu tahun usaha yang dijalankan.
Payback Period of Credit adalah
jangka waktu pengembaliankridit atau modal/investasi.
Sumber: Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar