Selamat Datang

Selamat Datang di Situs Layanan Informasi Penyuluhan Perikanan

Sabtu, 05 November 2016

KONSERVASI EKOSISTEM ESTUARI



Estuari merupakan suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut.
Salah satu bagian wilayah pesisir yang memiliki tingkat kesuburan cukup tinggi adalah estuaria (muara sungai). Daerah ini merupakan ekosistem produktif yang setara dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai sumber zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun, serta sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang surut. Kondisi ekosistem yang produktif ini kemudian menjadikannya sebagai salah satu wilayah yang memiliki tingkat produktifitas tinggi. Produktifitas merupakan suatu proses produksi yang menghasilkan bahan organik yang meliputi produktifftas primer ataupun sekunder. Produktifitas primer pada wilayah estuaria dapat di artikan sebagai banyaknya energi yang diikat atau tersimpan dalam aktifltas fotosintesis dari organisme produser, terutama tanaman yang berklorofil dalam bentuk-bentuk substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Produktifftas ini dilakukan oleh organisme ‘outotroph’ seperti juga semua tumbuhan hijau mengkonversi energi cahaya ke dalam energi biologi dengan fiksasi karbondioksida, memisahkan molekuler air dan memproduksi karbohidrat dan oksigen.

Estuari merupakan wilayah yang sangat dinamis (dynamics area), rentan terhadap perubahan dan kerusakan lingkungan baik fisik maupun biologi (ekosistem) dari dampak aktifitas manusia di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut secara berlebihan (over-exploited). Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wilayah estuaria antara lain:
a.   Semakin meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wilayah estuaria. Llaju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui aliran sungai bisa dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses kerusakan pada wilayah lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kondisi pada wilayah lahan atas.  Sedimen yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi tubuh biota laut terutama bentos yang hidup di dasar perairan seperti rumput laut, terumbu karang dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh orgnisme untuk pemapasan atau berfotosintesis. Banyak-nya sedimen yang akhirnya terhenti atau terendapkan di muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di muara sungai.
b.  Pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya dukung produktifitas pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat tekanan dan menyebabkan menurunnya produktifitasnya
c.   Meningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan Industri, pemukiman, pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah estuaria. Lebih dan 80% bahan pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia di darat UNEP (1990).
d.  Kegiatan-kegiatan kontruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian, seperti pembuatan saluran irigasi, drainase dan penebangan hutan akan mengganggu pola aliran alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit air yang di alirkan bagi irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di daerah estuaria danmenyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada sebagian ekosistem perairan pantai itu sendiri, juga pada ekosistem daratan di sekitar perairan tersebut sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.
Ancaman terhadap ekosistem estuaria memilki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan organisme yang berada pada daerahtersebut. Ancaman ekosistem estuaria di antaranya adalah ancamanpendangkalan, pencemaran, dan ancaman Eutrofikasi. Setiap ancamanmemiliki solusi dan penaggulangan masing-masing. Sepertipenanggulangan Pendangkalan di lakukan dengan cara reboisasi gunungtandus agar tidak terjadi erosisi yang dapat mempercepat laju sedimentasidan mengakibatkan pendangkalan. Ancaman pencemaran di tanggulangidenga beberapa cara di antaranya sosialasi kepada masyarakat akanpentingnya ekosisitem estuaria sehingga masyarakat tidak membuangsampah di daerah estuaria.  Penanggulangan Eutrofikasi di negara-negaramaju masyarakat yang sudah memiliki kesadaran lingkungan ( green consumers ) hanya membeli produk kebutuhan rumah sehari -hari yang mencantumkan label"phosphate free" atau "environmentally friendly".  Cara lain yang harus ditempuh adalah:
1. Memperbaiki Daerah Lahan Atas (up-land)
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada ekosistem perairan wilayah estuaria yaitu dengan menata kembali sistem pengelolaan daerah atas. Khususnya penggunaan lahan pada wilayah daratan yang memiliki sungai. Jeleknya pengelolaan lahan atas sudah dapat dipastikan akan merusak ekosistem yang ada di perairan pantai. Oleh karena itu, pembangunan lahan atas harus memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah pesisir. Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap, budidaya atau konservasi maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif. Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang memerlukan kualitas perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak diperkenankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan pencemaran atau limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui pengolahan terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
2. Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
Wilayah estuaria yang berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk berlindung dan mencari makan serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh karenanya di dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya di wilayah estuaria diperlukan tindakan-tindakan yang bijaksana yang berorientasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan sebaiknya memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity).
3. Konsenvasi Hutan Mangrove
Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuaria sangat penting, karena selain mempunyai fungsi ekologis juga ekonomis. Secara ekologis hutan mangrove adalahsebagai penghasil sejumlah besar detritus dari serasah, daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground) dan sebagai tempat pemijahan (spawning ground). Secara fisik, hutan mangrove dapat berperan sebagai filter sedimen yang berasal dari daratan melalui sistem perakarannya dan mampu meredam terpaan angin badai. Secara ekonomis, dalam konser-vasi hutan mangrove juga akan diperoleh nilai ekonomis sangat tinggi. Nilai ekonomi total rata-rata sekitar Rp 37,4 juta/ha/tahun yang meliputi manfaat langsung (kayu mangrove), manfaat tidak langsung (serasah daun, kepiting bakau, nener bandeng ikan tangkap dan ikan umpan), option value dan existence value. Upaya konservasi tersebut juga mempunyai nilai dampak positip terhadap sosial-ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah estuaria, yaitu mampu memberikan beberapa alternatif jenis mata pencaharian dan pendapatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar